senyuman itu adalah dunia maka tersenyumlah
semoga hari anda akan selalu menyenangkan

Jumat, 21 Juni 2013

PEMBERIAN UPAH DAN KESEJAHTERAAN BURUH

Pengertian Upah. - Upah merupakan salah satu rangsangan penting bagi para karyawan dalam suatu perusahaan. Hal ini tidaklah berarti bahwa tingkat upahlah yang merupakan pendorong utama, tingkat upah hanya merupakan dorongan utama hingga pada tarif dimana upah itu belum mencukupi kebutuhan hidup para karyawan sepantasnya. Upah sebenarnya merupakan salah satu syarat perjanjian kerja yang diatur oleh pengusaha dan buruh atau karyawan serta pemerintah.

“Upah adalah jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh karyawan meliputi masa atau syarat-syarat tertentu.”

Dewan Penelitian Pengupahan Nasional memberikan definisi pengupahan sebagai berikut :

“Upah ialah suatu penerimaan kerja untuk berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan menurut suatu persetujuan Undang-undang dan Peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja.”

Dari pengertian diatas mengenai upah ini dapat diartikan bahwa upah merupakan penghargaan dari tenaga karyawan atau karyawan yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi yang berwujud uang, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, tanpa suatu jaminan yang pasti dalam tiap-tiap menggu atau bulan.

Gaji sebenarnya juga upah, tetapi sudah pasti banyaknya dan waktunya. Artinya banyaknya upah yang diterima itu sudah pasti jumlahnya pada setiap waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal waktu yang lazim digunakan di Indonesia adalah bulan. Gaji merupakan upah kerja yang dibayar dalam waktu yang ditetapkan. Sebenarnya bukan saja waktu yang ditetapkan, tetapi secara relatif banyaknya upah itu pun sudah pasti jumlahnya. Di Indonesia, gaji biasanya untuk pegawai negeri dan perusahaan-perusahaan besar. Jelasnya di sini bahwa perbedaan pokok antara gaji dan upah yaitu dalam jaminan ketepatan waktu dan kepastian banyaknya upah. Namun keduanya merupakan balas jasa yang diterima oleh para karyawan atau karyawan.

Sistem Upah.

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mendistribusikan upah, dirumuskan empat sistem yang secara umum dapat diklarifikasikan sebagai berikut :

Sistem upah menurut banyaknya produksi.

Sistem upah menurut lamanya bekerja

Sistem upah menurut lamanya dinas.

Sistem upah menurut kebutuhan.

Berikut ini akan dijelaskan keempat macam sistem pengupahan tersebut :

1. Sistem upah menurut banyaknya produksi.

Upah menurut banyaknya produksi diberikan dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih giat dan berproduksi lebih banyak. Produksi yang dihasilakan dapat dihargai dengan perhitungan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari dengan menggunakan standar normal yang membandingkan kebutuhan pokok dengan hasil produksi. Secara teoritis sistem upah menurut produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang berbakat dan sebaliknya orang-orang tua akan merasa tidak kerasan.

2. Sistem upah menurut lamanya dinas.

Sistem upah semacam ini akan mendorong untuk lebih setia dan loyal terhadap perusahaan dan lembaga kerja. sistem ini sangat menguntungkan bagi yang lanjut usia dan juga orang-orang muda yang didorong untuk tetap bekerja pada suatu perusahaan. Hal ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih mendapat perhatian. Jadi upah ini kan memberikan perasaan aman kepada karyawan, disamping itu sistem upah ini kurang bisa memotivasi karyawan.

3. Sistem upah menurut lamanya kerja.

Upah menurut lamanya bekerja disebut pula upah menurut waktu, misalnya bulanan. Sistem ini berdasarkan anggapan bahwa produktivitas kerja itu sama untuk waktu yang kerja yang sama, alasan-alasan yang lain adalah sistem ini menimbulkan ketentraman karena upah sudah dapat dihitung, terlepas dari kelambatan bahan untuk bekerja, kerusakan alat, sakit dan sebagainya.

4. Sistem upah menurut kebutuhan.

Upah yang diberikan menurut besarnya kebutuhan karyawan beserta keluarganya disebut upah menurut kebutuhan. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi, maka upah itu akan mempersamakan standar hidup semua orang.

Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah kurang mendorong inisiatif kerja, sehingga sama halnya dengan sistem upah menurut lamanya kerja dan lamanya dinas. Kebaikan akan memberikan rasa aman karena nasib karyawan ditanggung oleh perusahaan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Upah.

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi besarnya upah yang diterima oleh para karyawan, yaitu :

Penawaran dan permintaan karyawan.

Organisasi buruh.

Kemampuan untuk membayar.

Produktivitas.

Biaya hidup.

Peraturan pemerintah.

Keadilan dan Kelayakan Dalam Pengupahan.

Didalam memberikan upah/gaji perlu juga memperhatikan prinsip keadilan. Keadilan bukan berarti bahwa segala sesuatu mesti dibagi sama rata. Keadilan harus dihubungkan antara pengorbanan dengan penghasilan. Semakin tinggi pengorbanan semakin tinggi penghasilan yang diharapkan. Karena itu pertama yang harus dinilai adalah pengorbanan yang diperlukan oleh suatu jabatan, pengorbanan dari suatu jabatan dipertunjukan dari persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Semakin tinggi persyaratan yang diperlukan, semakin tinggi pula penghasilan yang diharapkan. Penghasilan ini ditunjukan dari upah yang diterima.

Rasa keadilan ini sangat diperhatikan oleh para karyawan, mereka tidak hanya memperhatikan besarnya uang yang dibawa pulang, tetapi juga membandingkan dengan rekan yang lain. Disamping masalah keadilan, maka dalam pengupahan perlu diperhatikan unsur kelayakan. Kelayakan ini bisa dibandingkan dengan pengupahan pada perusahaan-perusahaan lain. Atau bisa juga dengan menggunakan peraturan pemerintah tentang upah minimum atau juga dengan menggunakan kebutuhan pokok minimum.

Dalam hubungannya dengan ketidak layakan dengan pengupahan apabila dibandingkan dengan perusahaan lain, ada dua macam ketidak layakan tersebut, yaitu :

Mengundang skala-skala upah yang lebih rendah dibandingkan dengan skala upah yang dibayarkan untuk skala pekerjaan yang sama dalam perusahaan lain.

Skala-skala upah dimana suatu pekerjaan tertentu menerima pembayaran yang kurang dari skala yang layak dibandingkan dengan skala-skala untuk jenis pekerjaan yang lain dalam perusahaan yang sama.

Pengertian Upah Menurut Para Ahli

Landasan Kebijaksanaan Pengupahan.

Dalam kebijaksanaan pengupahan tujuan utama yaitu kebijaksanaan yang mendasarkan upah dari sumbangan tenaga dan pikiran karyawan. Struktur upah/gaji menunjukan sistem yang formal mengenai skala-skala untuk tujuan tersebut. Sistem ini membedakan dalam pembayaran-pembayaran yang dianggap menunjukan perbedaan yang sama dalam bentuk-bentuk pekerjaan. Tambahan-tambahan produktivitas atau penyesuaian faktor-faktor perbaikan yang menghubungkan upah/gaji dengan dibuat menurut rata-rata kemajuan perusahaan. Kebijaksanaan pengupahan umumnya dibuat untuk :

Adanya pembayaran upah/gaji yang cukup untuk menjamin hidup berkeluarga dalam keadaan normal.

Mengadakan deferensiasi penghargaan pengupahan/penggajian dalam perbedaan skill, tanggungjawab, usaha dan kondisi kerja.

Mengadakan suatu pembinaan pengupahan/penggajian sesuai dengan peningkatan karya atau efisiensi kerja yang diberikan untuk mempertinggi daya hidup karyawan.

Mengadakan suatu pembinaan pengupahan/penggajian menurut stabilitas keuangan perusahaan.

SUMBER : Heidjachman Ranupandojo, Drs dan Suad Husnan, Drs, MBA, Op-Cit, Halaman 129. Manullang, Drs, Manajemen Personalia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1974, Halaman 163. Moekijat, Drs, Op-Cit, Halaman 130. Komaruddin, Drs, Op-Cit, Halaman 136.

PERUNDANG-UNDNAGAN KETENAGAKERJAAN (BAB 7)

Proses penegakan hukum bidang ketenagakerjaan selama ini dilakukan melalui upaya atau pendekatan persuasif-edukatif dengan mengedepankan sosialisasi serta informasi tentang peraturan dan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan. Dalam tahapan awal, pemerintah memberdayakan para pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan pembinaan dan sosialiasi kepada perusahaan-perusahaan dan pekerja/buruh agar bisa menjalankan aturan-aturan ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan bersifat independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang mempunyai lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan baik di lingkungan pemerintah pusat, maupun di lingkungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.

Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib:

1. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;

2. tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Pengawas ketenagakerjaan selain bertugas melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan juga diberikan kewenangan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang:

1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

2. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

4. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang ketenaga kerjaan;

5. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

7. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan

Dalam perundangan-undangan ketenagakerjaanpun terdapat pokok-pokok mengenai wajib lapor ketenagakerjaan. Dimana setiap karyawan dalam suatu perusahaan diwajibkan melaporkan kejelasan mengenai pekerjaannya seperti yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.

- JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Menurut Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jendral International Security Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Trainning ISSA, seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut :

“Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja, terutama yang berada dilingkungan perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak (Tenaga kerja dan pengusaha). Dalam kamus populer “Pekerjaan sosial” istilah jaminan sosial tersebut disebut sebagai berikut :

“Jaminan Sosial adalah suatu program perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi sosial kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan dan penghidupannya, seperti penderita penyakit kronis, kecelakaan kerja dan sebagainya”.

Sedangkan pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo SH : Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya.

Pengertian jaminan sosial tenaga kerja dinyatakan dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1992, yaitu : Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Keberadaan jaminan sosial tenaga kerja sebagai upaya perlindungan hidup tenaga kerja disuatu perusahaan besar manfaatnya, oleh karena itu sebagai langkah untuk menjamin hidup tenaga kerja, perusahaan sangat perlu memasukkan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelolah oleh PT. JAMSOSTEK. Karena perusahaan yang memasukkan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek adalah perusahaan yang terletak bijaksana pemikiranya dan telah bertindak :

1. Melindungi para buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi kecelakaan kerja yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya mutakhir, maupun karena penempatan tenaga kerja pada proyek-proyek diluar daerah dalam rangka menunjang pembangunan.

2. Mendidik para buruhnya supaya berhemat/menabung yang dapat dinikmatinya apabila sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian yang harus dihadapi buruh beserta keluarganya.

3. Melindungi perusahaan dari kerusakan kemungkinan berjumlah sangat besar, karena terjadinya musibah yang menimpa beberapa karyawan, dimana setiap kecelakaan atau musibah sama sekali tidak diharapkan.

Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK ini dikeluarkan berlandasarkan dasar-dasar hukum.

a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya undang-undang pengawasan perburuhan tahun 1948 nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 41).

c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok Mengenai tenaga kerja (lembaran Negara Tahun 1969 nomor 55 : Tambahan lembaran negara nomor 2912).

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja (lembaran negara tahun 1970 nomor 1, tambahan lembaran negara nomor 2918).

e. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (Lembaran Negara tahun 1981 nomor 39, tambahan lembaran negara nomor 3201).

sumber http://hendar7.tripod.com/Jamsostek.htm http://www.hukumtenagakerja.com/pengawasan-dan-penyidikan-dalam-ketenagakerjaan/#more-117 [1] Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet. I, Mutiara, Jakarta, hal. 29 [2] Ridwan Marpaung, Kamus Populer Pekerja Sosial, 1988, hal. 36, [3] Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1981, hal. 136 [4] Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Managemen Tenega Kerja, Bima Aksara Jakarta, 1987, hal. 9