senyuman itu adalah dunia maka tersenyumlah
semoga hari anda akan selalu menyenangkan

Minggu, 21 April 2013

Gerakan Buruh Kian Mandiri

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsolidasi gerakan ribuan buruh yang sangat terasa dalam setahun terakhir bukanlah tiba-tiba. Praktis sejak tahun 1999, buruh mulai mengiur di antara mereka untuk menunjang aksi mereka menuntut kesejahteraan yang lebih baik. Gerakan buruh kuat dari sisi keuangan.

Jangan pernah berprasangka gerakan buruh yang terkoordinasi baik dan kompak ini merupakan bagian dari politik praktis menjelang Pemilihan Umum 2014. Para elite serikat buruh harus menjaga soliditas gerakan buruh supaya aksi sosial ekonomi ini tidak terjebak politik praktis.

Demikian benang merah pendapat Ketua Majelis Pertimbangan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dan Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos secara terpisah, di Jakarta, Sabtu (1/12/2012).

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat ada 6 konfederasi serikat pekerja/serikat buruh, 91 federasi serikat pekerja/serikat buruh, 437 serikat pekerja/serikat buruh tingkat perusahaan, dan 170 serikat pekerja/serikat buruh badan usaha milik negara. Buruh yang menjadi anggota serikat berjumlah 3.414.455 orang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Agustus 2012, ada 118,04 juta angkatan kerja dengan pengangguran terbuka 7,2 juta orang. Sebanyak 44,16 juta orang (39,8 persen) bekerja di sektor formal dan 66,6 juta orang (60,1 persen) berada di sektor informal yang miskin perlindungan sosial dan kelangsungan pekerjaan.

Said Iqbal memastikan, perjuangan buruh tetap harus konstitusional. Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) berideologi Pancasila dan menghormati UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam berunjuk rasa.

Gerakan buruh bisa kuat secara keuangan dengan kedisiplinan anggota mengiur, menambah jumlah anggota, dan memiliki landasan kerja yang jelas. Iqbal mencontohkan, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) memiliki anggota sedikitnya 60.000 orang saat berdiri 6 Februari 1999 dengan iuran Rp 60 juta per tahun dan kini sudah menjadi 170.000 anggota dengan iuran Rp 10 miliar per tahun.

”MPBI juga harus melakukan hal-hal seperti ini. Sisi keuangan harus kuat juga supaya gerakan kuat,” kata Iqbal.

Kekuatan gerakan buruh harus terus dijaga dengan membangun kepercayaan satu sama lain. Untuk itu, para elite MPBI perlu menyusun mekanisme penyelesaian masalah internal agar soliditas gerakan tetap terjaga.

Wakil Sekretaris FSPMI Jawa Timur Jamaludin menambahkan, buruh dapat mengerahkan massa hingga puluhan ribu orang dalam waktu singkat dan membiayai pergerakan mereka sendiri melalui iuran.

Jamaludin mengatakan, isu upah dan pengangkatan pekerja alih daya (outsourcing) menjadi karyawan tetap merupakan isu dasar yang merepresentasikan aspirasi buruh secara umum. Untuk merealisasikannya, serikat pekerja menilai, unjuk rasa merupakan langkah yang paling efektif.

”Kalau harus melalui pengadilan hubungan industrial, prosesnya lama dan kebanyakan dimenangi pengusaha. Lebih baik kami demo karena lebih didengar dan tuntutan dipenuhi,”ujar Jamaludin, Minggu.

Jamaludin mengakui, puluhan ribu buruh dapat dengan cepat turut serta dalam unjuk rasa seperti pada 19 November lalu. Setidaknya ada 60.000 buruh turun ke jalan menuntut penetapan upah minimum Rp 2,2 juta di Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Sidoarjo.

Menurut dia, aksi buruh pada 19 November itu butuh biaya Rp 500 juta untuk menyewa lebih dari 100 bus, 6 mobil untuk pengeras suara, membeli air mineral dan nasi bungkus, serta membuat spanduk dan poster. ”Aksi terbesar di Jatim selama ini hanya disiapkan dalam waktu delapan hari,” kata Jamal.

Dana untuk unjuk rasa, mogok kerja, dan konsolidasi diperoleh dari iuran anggota. Sebagai gambaran, FSPMI Jatim dengan anggota 15.000 buruh menyumbang iuran 2 persen dari upah setiap bulannya. ”Selain itu, ada iuran lagi untuk aksi yang besarnya Rp 15.000 per orang,” ujar Jamal.

Gimin dari serikat buruh di Sumatera Utara mengakui, dalam dua bulan terakhir, buruh di Sumut setidaknya telah 12 kali berunjuk rasa. Sekali unjuk rasa, mereka mengeluarkan Rp 1,3 juta sampai Rp 1,5 juta untuk sewa mobil bak terbuka dan pengeras suara serta biaya poster.

Menurut Gimin, dana itu mereka kumpulkan dari hasil saweran. Para buruh diimbau menyumbang tanpa mematok besaran uang. ”Kadang bebannya kami bagi per serikat pekerja sehingga ringan,” kata Gimin.

Untuk biaya konsumsi, serikat buruh hampir tak pernah mengeluarkan uang. Hal itu karena setiap buruh diimbau membawa bekal makanan selama berunjuk rasa. Tak jarang, mereka membeli makan di sela-sela unjuk rasa.

Tiga isu utama

Menurut Rekson, gerakan buruh dengan mudah menyatu karena sudah tidak memercayai pemerintah lagi. Buruh memutuskan turun ke jalan untuk menekan pemerintah agar menghapus kebijakan yang eksploitatif, seperti upah minimum rendah dan sistem kerja alih daya yang tak terkendali.

”Tidak ada kebijakan pemerintah yang adil bagi buruh tanpa tekanan dari buruh itu sendiri. Yang terjadi saat ini adalah pencapaian pertama gerakan buruh yang sangat rawan pecah sehingga stamina dan semangat berjuang harus terus dijaga,”tutur Rekson.

Ketiga isu yang menyatukan gerakan sosial ekonomi buruh ini adalah pelarangan jasa perantara pekerja alih daya, penghapusan praktik upah murah, dan penolakan wacana buruh menanggung iuran 2 persen dari total 5 persen upah dalam program jaminan kesehatan mulai 1 Januari 2014. (MHF/ILO/DEN/ETA/RAZ/OSA/HAM)

sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/03/08125540/Gerakan.Buruh.Kian.Mandiri

Membangunkan Hubungan Industrial Pancasila yang Sedang Tidur

Indonesia telah memiliki sejarah panjang hubungan industrial. Walau demikian, hingga saat ini begitu banyak permasalahan di bidang hubungan industrial itu yang masih terjadi dan menimbulkan perpecahan antara pekerja di satu pihak dan pengusaha di pihak lain. Tanpa adanya perbaikan pola hubungan industrial antara kedua pihak tersebut, tidak pernah terjadi kesamaan persepsi di dalam menyikapi masalah yang terjadi di antara mereka. Oleh karena itu, para pihak di dalam hubungan industrial harus melakukan upaya-upaya strategis untuk memperbaiki nasib dan pola hubungan mereka.

Upaya-upaya perbaikan tersebut sebagian besar berkaitan dengan pengusulan kebijakan baru yang berkaitan dengan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Tindakan membangun aliansi baru untuk memperluas kekuatan dan kemampuan mereka dalam melindungi kelompoknya; melakukan tindakan-tindakan kolektif seperti melakukan pemogokan atau demonstrasi yang bertujuan untuk memperbaiki syarat hubungan kerja di tempat mereka bekerja; dan berbagai upaya lain yang tidak dapat dirumuskan satu demi satu telah dilakukan oleh keduabelah pihak. Namun demikian, tidak terjadi perbaikan yang signifikan terhadap kondisi hubungan industrial di Indonesia.

Banyak orang yang concern pada masalah ketenagakerjaan di Indonesia akan memikirkan kembali tentang hal apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pola hubungan industrial di Indonesia. Kali ini saya berpikir tentang ‘nilai-nilai apa yang sebenarnya merupakan kekayaan kita dan dapat kita gali kembali, untuk menumbuhkan hubungan industrial yang ideal di antara para buruh dan majikannya’. Dari hasil kontemplasi saya, saya menemukan nilai-nilai luhur dalam Hubungan Industrial Pancasila sebagai jawabannya (selanjutnya disebut sebagai HIP).

Mengapa HIP? HIP sudah lama dilupakan. Dalam praktek bahkan konsep ini mungkin sudah lama ditinggalkan. Apakah HIP itu? Konsep ini mengatur hubungan antara para pelaku dalam proses produksi (buruh dan majikannya) yang berlandaskan pada sila-sila dari Pancasila, dasar negara Indonesia. HIP ini sangatlah unik. Hubungan industrial dalam masyarakat sosialis atau liberal cenderung melihat para pihak di dalam hubungan industrial (majikan dan buruh) sebagai pihak yang berhadapan (oposisi). Pihak majikan akan mempekerjakan pekerjanya untuk memperoleh keuntungan perusahaan yang sebesar-besarnya. Untuk menghadapi hal tersebut, pihak pekerja kemudian akan menghimpun kekuatan guna menandingi kekuatan sosial ekonomis majikan dengan menggunakan kekuatan kolektif, misalnya melakukan pemogokan. Inilah yang dimaksud dengan upaya pengimbangan. HIP memiliki pendekatan yang berbeda. Pada saat ditemukannya, nilai-nilai Pancasila ditumbuhkan oleh masyarakat adat Indonesia yang bersifat komunal. Dalam sistem tersebut, sifat kebersamaan dan gotong royong merupakan sendi penting di dalam hubungan industrial tersebut. Dengan demikian, majikan dan buruh bukanlah pihak yang berseberangan, melainkan pihak yang berdampingan dalam upaya mencapai hal yang paling menguntungkan dalam hubungan kerja mereka. Mereka memiliki satu tujuan yang sama (common goal), yaitu mencapai keuntungan. Bagaimana hal ini dapat dicapai, akan dijawab melalui penjabaran hakikat dari HIP di bawah ini.

Mencari jejak Pancasila dalam hubungan industrial di Indonesia
Di bawah ini akan dilakukan apakah semua nilai Pancasila telah diakomodir di dalam peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hubungan industrial. Sila Ketuhanan yang maha esa telah dikonkritkan ke dalam beberapa aturan, yang sifatnya sangatlah khas Indonesia. Peraturan tentang pelarangan melakukan diskriminasi berdasarkan alasan agama, pemberian Tunjangan Hari Raya pada saat buruh merayakan hari besar keagamaan dan hak untuk mendapatkan cuti untuk menjalankan ibadah keagamaan merupakan contoh-contoh dari diterapkannya sila pertama ini di dalam hubungan industrial di Indonesia.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab juga telah menampakkan jejaknya di dalam berbagai peraturan di Indonesia.Sila ini diturunkan ke dalam beberapa asas, antara lain: asas adil dan merata meski masih tidak dapat dikatakan telah sukses dilaksanakan, namun paling tidak penerapannya misalnya dalam menentukan upah minimum masihlah terlihat. Asas peri kehidupan dalam keseimbangan juga merupakan asas yang harus diterapkan misalnya dalam penciptaan hubungan kemitraan antara buruh dan majikan sebagaimana diatur di dalam pasal 103 ayat 3 UU Ketenagakerjaan adalah perwujudan dari asas ini.

Sila persatuan Indonesia juga terlihat dalam pengelolaan pasar kerja di Indonesia, yang informasi lowongan kerja dan pencari kerjanya dikelola secara nasional. Hal ini menggambarkan upaya untuk mempertemukan tenaga kerja yang berasal dari daerah padat angkatan kerja tetapi rendah kesempatan kerjanya dengan lowongan pekerjaan yang sesuai dengan ketrampilan atau minat dari tenaga kerja tersebut, walau lowongan pekerjaan tersebut terletak di daerah yang berbeda dengan tempat tenaga kerja tersebut berasal. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan mengandung nilai yang paling banyak diterapkan di dalam aktivitas berorganisasi dari para buruh. Dalam hal terjadinya perselisihan hubungan industrial, prinsip penyelesaiannya adalah melalui proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Mengingat anggota dari serikat buruh jumlahnya banyak, dalam proses perundingan, para anggota serikat pekerja akan diwakili oleh orang-orang yang ditunjuk oleh Serikat Buruh (biasanya pengurus Serikat Buruh).

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sila yang paling erat berkaitan dengan masalah hubungan industrial. Hal terpenting yang merupakan perlindungan wajib bagi buruh seperti hak untuk memperoleh jaminan sosial, hak untuk memperoleh upah yang tidak lebih rendah daripada UMR, hak untuk tidak dieksploitasi baik atas dasar jam kerja maksimal dan jam istirahat minimal dimandatkan oleh sila ini.

Masih banyak hal-hal yang telah dilaksanakan di dalam praktek hubungan industrial di Indonesia yang ternyata dapat dikaitkan dengan atau merupakan turunan dari lima sila Pancasila. Jika diperhatikan dengan teliti, isi dari hal-hal yang diturunkan dari sila-sila Pancasila sebagaimana dicontohkan di atas ternyata tidak terlalu berbeda dengan isi Hukum Perburuhan yang ditemukan di dalam hukum positif dari berbagai negara atau yang ditemukan di dalam konvensi internasional. Jika demikian, di mana kekhasan dari HIP? Cara memahami atau menafsirkan keberadaan peraturan-peraturan tersebut adalah jiwa dari HIP. Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, semua peraturan di atas, dalam konteks HIP, diundangkan bukan untuk saling mengoposisi pihak lainnya dalam hubungan kerja. Pihak lain dalam perjanjian kerja harus dipandang sebagai mitra (counterpart) dan bukannya lawan. Sebagai contoh: pengakuan terhadap hak untuk berserikat dari buruh dalam konteks HIP bukanlah dipandang sebagai penciptaan kekuatan bagi buruh untuk menghadapi kekuatan sosial ekonomis dari majikan atau pengusaha, melainkan harus dipandang sebagai wujud dari kebersamaan dari pekerja. Mereka akan dapat secara bergotong royong dengan majikannya menciptakan aturan-aturan yang adil di dalam perjanjian kerja mereka, yang dilakukan melalui forum perundingan Perjanjian Kerja Bersama. Contoh lain, UMR bukanlah dipandang sebagai jaminan agar hak atas upah dari buruh tidak dilanggar oleh majikannya; melainkan dipandang sebagai batas kompensasi yang masih dianggap adil sebagai imbalan dari pekerjaan yang diberikannya kepada majikannya. Dengan memperhatikan jabaran tersebut jelaslah bahwa seharusnya pelaksanaan HIP akan membawa suasana yang ideal dan tenteram di dalam hubungan industrial di Indonesia. Fakta ternyata tidak menunjukkan demikian.

HIP masih tertidur

Banyak masalah perburuhan dewasa ini menunjukkan bahwa HIP masih tidur nyenyak. Apakah penyebab yang menggagalkan terbangunnya HIP? Alasan pertama adalah sikap mental dari para pihak di dalam hubungan industrial. Buruh dan majikan masih menempatkan diri dalam posisi yang berseberangan, dan tidak merasa memiliki kepentingan yang sama. Buruh banyak yang merasa majikannya selalu mengeksploitasi mereka; sementara majikan merasa bahwa buruh banyak yang tidak melaksanakan tugas mereka secara baik. Sementara itu, pemerintah yang harusnya menjadi penengah dari buruh dan majikan sering kali dianggap berpihak kepada majikan. Cara pandang seperti ini benar-benar menempatkan gap yang luas di antara pihak-pihak di dalam hubungan industrial. Buruknya penegakan hukum merupakan alasan kedua. Aparat pemerintah dalam hal ini dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Ketenagakerjaan dan aparat-aparat terkait lainnya masih banyak yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Sebagai bukti yang paling nyata terhadap ini adalah gagalnya pegawai pengawas untuk melakukan kontrol terhadap penerapan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap kewajiban mengikutsertakan pekerja pada Jamsostek, pelanggaran terhadap jam kerja maksimum (40 jam per minggu), pelanggaran terhadap UMR dan pelanggaran-pelanggaran lain masih banyak terjadi karena tidak adanya pengawasan tersebut. Peraturan yang substansinya kurang baik juga masih menjadi salah satu alasan lain yang menunjukkan tertidurnya HIP. Peraturan yang saat ini paling banyak dianggap salah oleh pihak pekerja adalah tentang outsourcing di dalam hukum Indonesia. Peraturan ini dianggap buruk karena perlindungan hukum terhadap pekerja outsourcing masih sangat tidak memadai. Sementara itu, peraturan tentang pemberian pesangon terhadap pekerja yang pada akhirnya diPHK karena beberapa kali melakukan pelanggaran terhadap peraturan di perusahaan juga dianggap oleh majikan sebagai peraturan yang tidak terlalu menguntungkan posisi mereka. Budaya hukum masyarakat yang masih cenderung menggunakan kekuatan untuk menyelesaikan masalah juga merupakan salah satu alasan kuat lainnya yang menunjukkan HIP belum mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat. Masih banyak alasan-alasan lain yang pasti akan dapat kita temukan sebagai petunjuk gagal berfungsinya HIP.

Upaya membangunkan HIP yang sedang tidur

Contoh-contoh di atas menggambarkan HIP masih tidur nyenyak, HIP masih belum mampu memberi warna dan sentuhan bagi hubungan industrial di Indonesia. Sangatlah sayang, bila nilai luhur HIP yang sedang tidur itu dibiarkan terus tidak berfungsi selamanya. Untuk mencari solusi, kita harus memperhatikan peta masalah yang telah digambarkan di atas. Pengubahan sikap mental dan budaya hukum yang masih cenderung menganggap buruh dan majikan adalah pihak-pihak yang berseberangan, tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya pendidikan dan penyadaran bahwa kepada masyarakat bahwa ‘penerapan ‘sistem kemitraan’ bagi buruh dan majikannya akan lebih menguntungkan semua pihak. Bila buruh dan majikan menjadi mitra yang bergotong royong mencari keuntungan bagi perusahaan, dan bila hasil dari keuntungan itu selain dinikmati perusahaan juga dikembalikan kepada buruh untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, maka buruh dan majikan akan memiliki kekuatan ekstra untuk mencapai keuntungan perusahaan yang maksimal. Buruknya penegakan hukum harus diselesaikan dengan menggunakan berbagai upaya. Penegakan disiplin dari aparat yang berkaitan dengan ketenagakerjaan (misalnya pegawai pengawas) merupakan salah satu hal krusial. Bukanlah rahasia umum bahwa kinerja aparat tersebut saat ini sangatlah buruk.

Banyak pengusaha yang menyatakan bahwa mereka hampir secara rutin dikunjungi oleh aparat pajak dan aparat ketenagakerjaan, dan mereka harus ‘memberi uang saku’ bila tidak mau masalah di tempat mereka diusik. Sikap koruptif dari pegawai pengawas ketenagakerjaan yang bersedia untuk menerima suap demi mendiamkan masalah di suatu tempat kerja, merupakan salah satu hal terpenting yang menyebabkan gagalnya penegakan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Perlu dilakukan penjatuhan sanksi hukum bagi pegawai pengawas yang terbukti melanggar hukum. Pihak yang berkonspirasi dengan mereka untuk membiarkan terjadinya pelanggaran hukum juga harus terkena sanksi hukum. Bila seorang pengusaha tidak mengikutsertakan buruhnya dalam program Jamsostek; dan dapat dibuktikan bahwa pegawai pengawas sebenarnya mengetahui hal tersebut tetapi membiarkan pelanggaran itu karena mereka telah memperoleh sogokan dari pengusaha tersebut, maka baik pengusaha maupun pegawai pengawas tersebut sama-sama harus dikenai sanksi hukum. Evaluasi terhadap perUndang-Undangan juga merupakan hal yang sangat penting. Hanya peraturan yang isinya tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dari Pancasila, UUD 1945 atau peraturan lain yang lebih tinggi; dan bila isi peraturan tersebut tidak sesuai rasa keadilan, kesejahteraraan dan ketentraman masyarakat lah yang harus diganti. Peraturan yang sudah sesuai tetap harus dipertahankan. Mengubah peraturan terlalu sering juga tidak terlalu menguntungkan, mengingat hal itu justru juga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Kesimpulan

Menggunakan kembali nilai luhur Pancasila dalam hubungan industrial terdengar sangat klise. Apakah benar demikian? Pancasila tidak pernah menjadi nilai yang klise. Pancasila yang menjadi dasar negara kita harus terus disegarkan kembali penerapannya dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Bila kita tinggalkan Pancasila dan hanya menganggapnya sebagai rangkaian kata indah tanpa daya berlaku, berarti semakin jauhlah bangsa ini meninggalkan dasar negaranya. Sekalipun upaya perbaikan sistem hubungan industrial di Indonesia dengan mengembalikannya pada nilai-nilai Pancasila terlihat seperti langkah panjang yang tidak jelas ujung yang dicapainya, menggugah nilai-nilai luhur itu merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki sistem hubungan industrial di Indonesia. Dalam jangka pendek, perubahan memang sulit ditemukan. Namun dalam jangka panjang, bila isi peraturan, cara penegakan aturan dan budaya hukum masyarakat telah sesuai dengan Pancasila, maka hubungan industrial di Indonesia akan menjadi lebih serasi dan ideal. Mari terus berusaha membangunkan kembali HIP dan sungguh-sungguh menerapkannya di dalam praktek ketenagakerjaan di Indonesia.

http://lbh.unpar.ac.id/artikel/membangunkan-hubungan-industrial-pancasila-yang-sedang-tidur/

Rabu, 10 April 2013

TEORI HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

Hubungan Industrial secara umum dapat diartikan sebagai suatu subyek yang membahas sikap dan perilaku orang-orang di dalam suatu organisasi kerja dan mencari sebab yang menentukan terjadinya perilaku tersebut serta mencairkan jawaban terhadap penyimpangan yang terjadi. Hubungan industrial akan selalu berhubungan erat dengan pancasila karena didalam pancasila menerapkan berbagai asas kemanusiaan. Didalamnya pancasila menyebutkan mengenai asas-asas kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, permusyawatan serta persatuan. Sehingga HI (Hubungan Industrial) akan membutuhkan asas-asas pancasila sebagai barometer sikap dan perilaku orang-orang dalam organisasi kerja.

Indonesia telah memiliki sejarah panjang mengenai hubungan industrial. Walau demikian, hingga saat ini begitu banyak permasalahan di bidang hubungan industrial itu yang masih terjadi dan menimbulkan perpecahan antar para pekerja di satu pihak dan pengusaha di pihak lain. Tanpa adanya perbaikan pola hubungan industrial antar keduanya, maka tidak akan pernah terjadi kesamaan persepsi didalam menyikapi masalah yang terjadi diantara mereka. Oleh karena itu, para pihak di dalam hubungan industrial harus melakukan upaya strategis untuk memperbaiki nasib dan pola hubungan mereka. Jika upaya startegis tidak segera dilakukan tidak jarang para pekerja akan menumpahkan permaslahan tersebut melalui demonstrasi. Tidak jarang dari perpecahan antara pekerja dengan pengusaha banyak dari pekerja yang membentuk serikat buruh untuk menumpahkan segala perasaan tidak wajar yang mereka rasakan terhadap para pengusaha.

Dalam The Enscyclopedia of Social Science, dikenal dengan gerakan buruh yang menjadi suatu bahkan keseluruhan aktivitas para penerima upah untuk memperbaiki kondisi kerja dan kehidupan mereka. Gerakan buruh dapat bersifat sementara ataupun permanen, yang akhirnya berkembang menjadi serikat buruh atau serikat pekerja.

Banyak sekali tokoh perburuhan didunia diantaranya adalah: Kerr, Dunlop, Herbison, dan Myers yang menyimpulkan bahwa industrialisasi telah menciptakan berbagai macam organisasi kaum buruh, walaupun berbeda dalam fungsi, struktur kepemimpinan dan ideologi.

Industrialisasi menciptakan ketidakseimbangan para pekerja, sehingga tujuan gerakan buruh juga selalu berubah-ubah dari masa ke masa. Untuk itu perlu dikemukakan dan dibahas beberapa teori yang berhubungan dengan gerakan buruh seperti:

1.Teori Revolusi

Teori revolusi muncul dari pergerakan buruh sosialis dan komunis. Menurut pandangan pemuka teori revolusi, sejarah adalah catatan tentang perjuangan kelas. Kelas pekerja diciptakan oleh industrialisasi. Dalam teori ini bersudaha menciptakan suatu dunia tanpa kelas-kelas dalam masyarakat didalam perekonomian bagi semua orang.

2.Teori Demokrasi Industri

Dalam teori ini dimasukan unsur demokrasi dalam hubungan kerja industri. Berdasarkan penelitian Sydney dan Beatrice Webb terhadap serikat buruh diIinggris maka dikemukakan teori Demokrasi Industri. Mereka menyimpulkan bahwa perkembangan serikat buruh dalam hubungan kerja industri sejajar dengan pertumbuhan demokrasi dalam pemerintahan.

Di pihak lain, Sumner Sliehter mengemukakan bahwa melalui serikat pekerja dapat dikembangkan peraturan kerja menjadi suatu sistem: System of Iindustrial Jurisprudence. Sistem ini lebih bersifat melindungi para pekerja daripada sistem hukum yang melindungi warga negara dari tindak kesewenangan pemerintah.

3.Teori Business Unionism

Dalam teori ini lebih mengutamakan pada aspek ekonomis dari pada aspek politisnya. Menurut teori ini karyawa bersedia bergabung menjadi anggota serikat buruh agar dapat diwakili dalam perundingan dan tawar-menawar tentang syarat-syarat kerja. Kondisi kerja, kontrak kerja dan dalam pegawasan hubungan kerja sehari-hari.

Menurut pandangan Samuel Gempers pemimpin pertama American Federation of Lauber, serikat buruh dibentuk untuk meningkatkan upah dan jaminan ekonomis , menurunkan jam kerja, melindungi kesehatan dan mencegah tindakan kesewangan dari para pengusaha.

Sedangkan Strasser dan Jhon Mitchel menyarankan bahwa motivasi mereka bergabung menjadi anggota serikat buruh karena terdorong oleh kebutuhan harian (ekonomis dan non ekonomis).

4.Teori Sosiopsikologis

Menurut teori ini, serikat buruh dianggap sebagai wadah bagi parah buruh agar dapat memenuhi berbagai macam kebuuhan dan keinginan mereka.Cartleoton H. Parker memandang keanggotaan serikat buruh memberikan suatu kesempatan untuk memuaskan segala kebutuhan pada anggota dalam hubungan keeja mereka.

5.Teori Perubahan

Menurut teori ini, tujuan serikat buruh akan selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi kerja dalam perusahaan dan perubahan masyarakat.Selig Perlman menyatakan bahwa gerakan buruh ditentukan oleh beberapa faktor:

*Resistensi pengusaha/kapitalis *Kekuasaan kaum intelektual terhadap gerakan buruh *Kematangan mentalitas serikat buruh

Oleh karena beberapa faktor tersebut maka program serikat buruh akan selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan faktor penentunya.

- TEORI SEHUBUNGAN DENGAN SERIKAT BURUH

Serikat pekerja/ buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/ buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan dan melindungi hak buruh beserta keluarganya.Terkait dengan kehadiran serikat buruh, muncul berbagai teori yang dibangun berdasarkan beberapa pandangan. Teori tersebut diantaranya:

a.Teori Kemakmuran Umum

Disini tuntutan jaminan sosial dan kesehatan oleh serikat buruh dianggap sebagai suatu tuntutan yang akan memberi manfaat bagi mereka yang berada diluar serikat buruh.

b.Teori Labour Marketing

Dalam teori ini keseimbangan tenaga kerja dianggap sangat penting karena kondisi dalam tempat kerja mereka ditenukan oleh kekuatan pasar dengan tenaga kerja.

c.Teori Prodktivitas

Dimana upah akan di ukur melalui produktivitas karyawam dalam bekerja. Maka yang semakin produktiv upah yang diterima akan relatif tinggi.

d.Teori Bargainning

Dalam teori ini menyatakan bahwa baik pekerja maupun pengusaha memasuki pasar tenaga kerja tanpa harga penawaran/ permintaan yang pasti. Dimana tingkat upah disesuaikan dengan kekuatan bargainning diantara ke2 pihak.

e.Oposisi Loyal Terhadap Manajemen Dalam teori ini tidak menyaratkan serikat buruh menjadi manajer atau serikat buruh membantu majikan dalam tugas mereka sebagai manajer, akan tetapi dalam teori ini menganjurkan serikat buruh menolak tanggung jawab atas manajemen.
- PERKEMBANGAN TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG SERIKAT BURUH

Kehadiran serikat buruh dimaksudkan untuk menciptakan dan mempertahankan serikat buruh yang berwenang dan kuat serta dapat mewakili anggotanya dan melaksanakan persetujuan yang telah dicapai dengan pihak terkait. Untuk dapat melakukan tindakan tegas mengenai hak dan kewajiban anggotanya.

Melihat perkembangan teori perburuhan maka ada beberapa cara yang ditempuh oleh serikat buruh dalam meraih pengakuan dari majikannya. Diantaranya adalah dengan melakukan protes secara terorganisir. Selain itu serikat buruh juga melakukan kontrol disiplin di internal mereka.

Perkembangan tanggung jawab dan wewenang buruh bila dilihat secara teotitis terbagi atas tiga yakni union security, sarana serika buruh menghadapi majikan dan internal control and diciplene.

i.Union Security - Anti Union Shop

Serikat buruh tidak diakui dan perusahaan menolak memberi kerja kepada anggita serikat buruh.

- Open Shop

jika majikan masih tidak menganggap buruh maka majikan langsung berdapan dengan buruh.

- Exclusive Bargainning Agent

Serikat buruh sebagai satu-satunya wakil buruh.

- Preferential shop

Majikan memberi prioritas kepada buruh sebagai anggota serikat kerja.

- Maintenance of Membership

Semua anggota menjadi serikat buruh selama masa persetujuan.

- Agency Shop

Semua karyawan harus membayar iuran kepada serikat buruh.

- Union Shop

Semua karyawan harus menjadi anggota serikat buruh.

- Closed Shop

Hanya anggota serikat buruh yang dapat diterima sebagai karyawan.

- Check Off

Majikan memotong upah buruh untuk disetorkan dalam kas serikat buruh sebagai iuran.

ii. Sarana Serikat Buruh Menghadapi Majikan -Pemogokan a)Economic strike

Tindakan permogokan yang dipicu oleh keinginan kenaikan upah kerja.

b)Unfair Labour Practice Strike

Tindakan yang dilakukan sebagai protes dari sebuah tindakan kesewenang-wenangan perusahan.

c)Smphathetics Strikes

Tindakan permogokan yang dilakukan karena dipicu oleh anggota atau buruh lain.

d)General Strike

Tindakan yang melibatkan seluruh wilayah tertentu.

e)Outlaw Strike

Tindakan permogokan yang dilakukan tanpa persetujuan dari pihak buruh.

f)Flash Strike of Quickie

Tindakan permogokan yang didorong oleh anggota lain.

g)Sit Down Strike

Tindakan permogokan tanpa meninggalkan tempat kerja, sehingga mereka tetap menguasai fasilitas produksi.

h)Slow Strike

Memperlambat pekerjaan untuk mengurang efektifitas produksi.

- Pemagaran

Tindakan yang dilakukan didepan pintu perusahaan untuk memberi tahu publik atau khalayak umum bahwa sedang terjadi ketegangan antara pihak perusahaan dengan buruh.

- Boikot

Tindakan protes dengan memboikot produk dari perusahaan. Boikot ada yang bersifat primer dan ada juga yang sekunder. Dikatakan primer apabila pemboikotan dilakukan karena perusahaan tidak memenuhi kebutuhan serikat buruh. Dikatakan sekunder apabila melibatkan pihak ketiga. Contohnya pihak pemborong atau masyarakat umum.

iii.Internal Control and Diciplane

Dalam kaitannya dengan penyelengaraan hubungan industrial, serikat buruh memberika kekuasaan kepada para pengurus serikat untuk bertindak terhadap anggotanya yang menentang pemimpin atau menolak untuk taat pada aturan yang disertakan dalam perjanjian kerja.

Daftar Pustaka
Suprihanto Jhon, Hubungan Industrial, BPFE, Yogyakarta, 2002
Sumber dari Internet
LBH dan HAM UNPAR
www.unpar.ac.id
http://www.scribd.com/doc/24333108/PENGERTIAN-BURUH
http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/hub.industrial_pancasila.pdf