senyuman itu adalah dunia maka tersenyumlah
semoga hari anda akan selalu menyenangkan

Kamis, 17 April 2014

Pemasaran Produk Baru

I. Tentang Kami

Perusahaan ini didirikan pada tanggal 25 Juli 1917 dengan nama Nihon (Nippon) Kogaku Kogyo atas dasar bisnis. Kami ¬pun mengalami beberapa perubahan dari tahun ke tahun dan kemudian berganti nama menjadi Nikon pada tahun 1988. Pada 2002, kami memiliki 14.000 tenaga kerja. Kami merupakan salah satu anak perusahaan Mitshubishi. Nikon Corporation (Nikon, Nikon Corp.) adalah sebuah perusahaan yang mengkhususkan pada bidang optik dan gambar. Produknya termasuk kamera, teropong, mikroskop, alat pengukur.

II. Sejarah Perusahaan

Tahun 1917

Nippon Kogaku K.K., atau Japan Optical Co. didirikan sebagai hasil merger dari tiga firma optic kecil. Mereka menghasilkan produk-produk optis seperti mikroskop, teleskop, dan alat-alat pengukuran optis bagi industri dan ilmu pengetahuan.

Tahun 1932

Nikkor pertama kali dimunculkan sebagai produk lensa fotografi yang bervariasi mulai dari jarak 50mm sampai 700mm.

Tahun 1937

Melengkapi desain untuk lensa 50mm f4.5, 3.5, dan 2.0. Nikkor muncul sebagai perlengkapan asli bagi Hansa Canon yang keluar di tahun yang sama. Nippon Kogaku sebenarnya memproduksi semua lensa bagi Canon sampai pertengahan 1947.

Tahun 1948

Kamera Nikon I diluncurkan. Pengembangan produknya sendiri dimulai sejak 1945. Banyak nama yang diusulkan seperti BENTAX, PANNET, NICCA, NIKKA, NIKORET, NIKO and NIKKORETTE. Ketika akhirnya NIKKORETTE yang diputuskan sebagai nama final, nama tersebut berubah kembali menjadi NIKON persis sebelum desain final dihasilkan.

Tahun 1957

Untuk menghasilkan yang terbaik, ahli teknisi Nikon mencari ke seluruh dunia untuk ide dan solusi yang terbaru. Leica saat itu adalah pemimpin di kamera rangefi nder 35mm dan banyak produsen kamera mencoba untuk menirunya. Nikon memberanikan diri untuk mencoba memperbaikinya. Setelah berbagai percobaan, Nikon SP akhirnya dirilis di bulan September. Diikuti leh S3 di Maret 1958 dan S4 di Maret 1959.

Tahun 1959

Pada bulan Mei 1959, kamera Nikon SLR yang pertama, Nikon F, diperkenalkan dan dengan cepat menjadi standar tak tertulis bagi para fotojurnalis serta fotografer profesional lainnya. Dalam memperkenalkan seri F, dengan viewfi nder yang dapat diganti-ganti, layer focus, dan lensa-lensanya, Nikon melewati Leica sebagai pemimpin baru di dunia kamera.

Tahun 1971

Nikon F2 secara mudah menjadi kamera impian. Ia memiliki semua yang dibutuhkan oleh fotografer profesional pada sebuah kamera SLR yang mampu dibeli. Juga memiliki bentuk yang cantik dan fitur yang menawan.

Tahun 1983

Kamera compact dengan autofocus pertama Nikon, L35AF, dipasarkan.

Tahun 1992

Nikonos RS, kamera bawah laut SLR yang pertama di dunia, dipasarkan.

Tahun 1997

Kamera digital Nikon COOLPIX 100 dipasarkan.

Tahun 1999

Kamera digital SLR profesional Nikon D1 dipasarkan.

Tahun 2005

Nikon D2X digital SLR camera dipasarkan Nikon D2HS digital SLR camera dipasarkan.

II. Info Produk

Guna memenuhi setiap keinginan konsumen, maka kami sebagai sebuah perusahaan lensa terbesar dan terpercaya melakukan inovasi untuk menciptakan hasil karya terbaik kami. Dan menjawab setiap keinginan konsumen lewat produk terbaru kami ini. produk terbaru kami, kami ciptakan melalui berbagai proses dan tahap uji yang maksimal. Produk ini kami buat selama beberapa bulan ini dengan perencanaan design dan isi nya selama beberapa tahun belakangan. Produk yang kami ciptakan ini pun memiliki nilai jual yang sesuai dengan tahap pembuatannya dan harganya pun masih dapat dijangkau oleh setiap konsumen yang ingin memilikinya. Maka berikut ini kamu perkenalkan produk terbaru dari kamera kami yaitu NIKON J1 + 10-30mm VR. Berikut adalah spesifikasi dari produk kami:

Kamera NIKON J1 + 10-30mm VR Type Camera Harga NIKON J1 + 10-30mm VR Rp6,425,000 SPESIFIKASI : Lensa "1 Nikkor"

Untuk Kamera Nikon 1 Series, kami telah menciptakan format sensor CX yang benar-benar baru, dan ini berarti rentang lensa baru ditetapkan "1 Nikkor" dengan "1 Mount" seperti yang sudah dikatakan tadi. Ukuran sensor kecil dari kamera Nikon 1 Series menghasilkan efektif multiplier 2,7x panjang fokus. Keputusan kami mengeluarkan kamera dengan sensor kecil ditujukan untuk sistem seri 1 dapat relatif kecil dan ringan, serta menjadi lebih portable, lensa kecil dengan elemen focussing kecil juga menjadikan AF bekerja menjadi lebih baik, karena itu berarti lensa built-in fokus motor hanya melakukan sedikit pekerjaan.

Kelemahan dari sudut pandang sistem sensor yang kecil adalah bahwa efektif focal length standar yang dicapai dengan lensa focal length yang sangat singkat. Sistem kamera sari 1 memerlukan kit zoom 10-30mm untuk menawarkan jangkauan setara dengan 27-80mm. Hal ini berarti bahwa pada setiap kecepatan rana dan focal length setara, kamera seri 1 akan memberikan kontrol yang kurang terhadap depth-of-field dari kamera dengan sensor yang lebih besar. Namun ini bukanlah hal yang buruk, karena sistem ini sangat membantu sekali saat pelacakan subjek yang bergerak.

FT1 Adapter

Tidak ada sistem baru akan lengkap tanpa hadirnya adaptor yang berfungsi untuk membuatnya kompatibel dengan sistem dari produsen lain, dan Nikon FT1 di release bersamaan dengan J1 dan V1 untuk memenuhi peran kamera ini. FT1 ini memungkinkan lensa F-mount untuk digunakan pada sistem kamera seri 1 dengan hasil yang sangat mengesankan dan sedikit batasan. Lensa AF-S akan mencapai fokus (menggunakan sistem phase-detection kamera), dan VR didukung menggunakan lensa yang kompatibel.Selain beberapa hal menarik di atas kamera nikon seri 1 V1 ini juga dilengkapi dengan berbagai fitur yang tak kalah menarik nya antara lain :

Motion Snapshot

Motion Snapshot merupakan salah satu mode pemotretan unik pada sistem kamera seri 1 dan menjadi salah satu yang terkenal sebagai salah satu dari empat mode pemotretan pada mode dial kamera. Dalam mode ini V1 mengcapture 2,5 detik video gerak lambat, diikuti oleh tembakan single image pada sisa waktu nya. Motion Snapshot merupakan ide yang sangat menarik, sangat tepat ditujukan pada pengguna point-and-shot yang ingin menangkap kenangan daripada hanya sekedar foto. Fitur ini bekerja dengan buffering rekaman segera setelah anda menekan setengah tombol shutter. Dan saat menekan penuh tombol shutter, satu detik video akan direkam sebelum mengambil gambar foto (dimulai dari setengah detik sebelum mengambil tembakan, hingga setengah detik setelah itu).

Fitur Smart Photo Selector

Smart Photo Selector mode merupakan semacam super auto mode yang mengambil 20 gambar pada 60fps. Kemudian dipilih gambar berdasarkan komposisi ketajaman dari lima foto terbaik dan menyimpan pada kartu memori. Gambar terbaik (menurut kamera) ditampilkan dalam modus review, dan dengan menekan tombol OK anda akan melihat empat gambar yang disimpan lainnya, dan mengubah foto favorit anda jika anda tidak suka dengan gambar terbaik menurut kamera.

Dalam prakteknya sistem bekerja dengan baik, tetapi masih jauh dari sempurna, maksudnya adalah karen gambar terbaik dipilih oleh kamera berdasarkan komposisi ketajaman yang dalam hal ini dilakukan oleh kamera seringkali gambar yang ditampilkan dalam modus review belum tentu sesuai yang anda inginkan. Dalam hal ini sistem mengutamakan ketajaman gambar daripada pose subjek, sementara yang sering terjadi adalah pada saat ketajaman didapat oleh kamera dan dipilih subjek dalam kondisi mata terpejam. Namun pada kenyataannya hal ini tidak memberi banyak masalah karena anda secara manual telah menyelamatkan empat gambar tambahan dan mungkin menjadi salah satu yang sesuai dengan harapan.

Fitur Slow Motion Movie Mode

Nikon Seri 1 baik J1 maupun V1 keduanya memiliki modus slow motion yang hampir mirip dengan apa yang telah ada pada beberapa kamera Ricoh dan kamera compact Nikon dengan teknologi sensor CMOS. Video direkam dengan dua mode pada 400fps (13,2 kali kecepatan, 640x240 pixel) atau 1200 fps (40 kali kecepatan, 320x120 pixel), kemudian diputar kembali pada 30 fps. Aspek rasio yang didapat dibawah standar 8:3. Waktu perekaman maksimum untuk kedua mode adalah lima detik yang menghasilkan 1:06 menit atau waktu pemutaran masing-masing 3:20 menit.

Untuk mengakses modus slow motion, putar tombol mode ke mode film, lalu tekan tombol F untuk memilih gerakan lambat. Anda dapat mengatur frame rate, 400 atau 1200 fps dalam menu, namun anda tidak punya kendali ats shutter speed, aperture atau ISO tetapi anda dapat menerapkan kompensasi eksposure.

PROMO

Harga sample produk yang baru kami perkenalkan diatas masing-masing akan mendapatkan diskon sebesar 50% selama 1 bulan terhitung dari hari ini yaitu tanggal 23 Agustus 2013 s/d 20 September 2013, dan untuk pembeli pertama produk terbaru kami mendapatkan point sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dan dapat di tukar dengan voucer belanja senilai Rp 200,000 (untuk Universal Indo, JS elektronik dan Tsukuka elektronik).

III. Penutup

Demikian pengenalan produk terbaru dari kami. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. Semoga kita dapat menjalin hubungan kerjasama yang lebih baik disaat ini dan dimasa depan.

Rabu, 19 Maret 2014

PROFILE COMPANY PT. MUSTIKA RATU Tbk

Awal pendirian PT.Mustika Ratu pada tahun 1975, dimulai dari garasi kediaman Ibu BRA. Mooryati Soedibyo. Tahun 1978 PT.Mustika Ratu mulai menjalankan usahanya secara komersial, yaitu dengan memproduksi jamu yang didistribusikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, dan Medan. Dalam perkembangannya permintaan konsumen semakin meningkat, hingga pada tahun 1980-an PT.Mustika Ratu mulai mengembangkan berbagai jenis kosmetika tradisional.

Pada tanggal 8 April 1981 pabrik PT.Mustika Ratu resmi di operasikan. Dalam rangka memperkokoh struktur permodalan serta mewujudkan visinya sebagai perusahaan Kosmetika dan Jamu Alami Berteknologi Tinggi Terbaik di Indonesia. PT.Mustika Ratu melakukan penawaran umum perdana dan mencatatkan sahamnya di PT. Bursa Efek Jakarta pada tahun 1995. PT.Mustika Ratu meulai menerapkan standar internasional ISO 9002 tentang Sistem Manajemen Mutu serta ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan sejak tahun 1996.

Dalam dunia bisnis global seperti saat ini di tuntut perusahaan untuk mampu bersaing dan menjadi market leader pada pasar. Tentunya semua itu didukung dengan adanya strategi yang tepat dalam upaya meraih posisi tersebut. Dengan menerapkan strategi bisnis yang tepat dan didukung dengan system manajemen yang baik, semuanya itu akan mendukung keberhasilan perusahaan dalam mengimplementasikan strategi dalam upaya meraih posisi sebagai pemimpin pasar. Salah satu prusahaan yang menjadi pemimpin pasar dalam industri kosmetik dalam negeri adalah PT. Mustika Ratu Tbk (MRAT).

PT. Mustika ratu, Tbk merupakan salah satu perusahaan manufacturing yang tercatat (listing) di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 27 juli 1995 dengan menerbitkan 80.000.000 lembar saham pada perdagangan perdananya.PT. Mustika Ratu Tbk merupakan perusahaan yang menjadi sponsor utama dalam Pemilihan Puteri Indonesia dan sekarang sudah mulai Go Internasional dengan mengirimkan Puteri Indonesia untuk mengikuti pemilihan Miss Universe. Dengan tujuan untuk mengangkat image produk-produk Mustika Ratu yang mengusung kosmetika tradisional ke pasar Internasional.

Visi Dan Misi Perusahaan

Dalam memformulasikan strategi diharapkan perusahaan memiliki visi dan misi yang jelas dalam rangka mengimplementasikan strategi perusahaan yang sesuai dengan visi misinya, dimana visi dan misi perusahaan PT. Mustika Ratu, Tbk.

a. Visi perusahaan

Menjadikan warisan tradisi keluarga leluhur sebagai basis industri perawatan kesehatan/kebugaran dan kecantikan / penampilan paripurna (holistic wellness) melalui proses modernisasi teknologi berkelanjutan, namun secara hakiki tetap mengandalkan tumbuh-tumbuhan yang berasal dari alam.

b. Misi perusahaan

Falsafah kesehatan/kebugaran dan kecantikan/penampilan paripurna (holistic wellness) yang telah lama ditinggalkan masyarakat luas, digali kembali oleh seorang Puteri Keraton sebagai royal heritage untuk dibagikan kepada dunia sebagai karunia Tuhan dalam bentuk ilmu pengetahuan yang harus dipertahankan dan dilestarikan.

Posisi Bisnis Perusahaan

Berawal dari usaha rumah tangga, kini MRAT telah tumbuh menjadi perusahaan consumer products yang besar. Produk-produk MRAT kini menempati posisi puncak di pasar domestik dan diterima baik di pasar luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Asia Timur, Eropa Timur, Timur Tengah dan beberapa negara Afrika. Bertolak dari keberhasilan ini, perusahaan berencana untuk meningkatkan ekspor dan penetrasi ke pasar internasional lainnya. MRAT kini memusatkan usahanya pada produk jamu dan kosmetika tradisional yang kategori produknya, baik jenis produk maupun mereknya terus berkembang.

Perusahaan Mustika ratu memanfaatkan semangat “back to nature”, banyak orang diseluruh dunia kini beralih menggunakan produk-produk yang terbuat dari bahan alami dan proses produksinya tidak merusak alam yang sejalan dengan kampanye-kampanye global warming yang akhir-akhir ini marak. MRAT sebagai salah satu produk kosmetika tradisional Indonesia yang saat ini sudah mencapai puncaknya berusaha untuk terus menyempurnakan dan mengembangkan setiap aspek usahanya. Bila dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang besar, sekitar 220 juta jiwa, dan hampir lebih dari setengahnya adalah kaum wanita, Mustika Ratu mempunyai kesempatan untuk mendominasi pasar kosmetika nasional dengan produk-produknya yang berbahan dasar alami.

MRAT pada tahun 2011 berusaha untuk melakukan ekspansi pasar internasional dengan menggebrak pasar Amerika dan Eropa Barat. Selain produk kosmetik, perusahaan raksasa milik Mooryati Soedibyo ini juga akan melakukan ekspansi terhadap produk jamu dan herbal.

Pesaing Bisnis

Banyaknya kompetitor baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menawarkan harga yang lebih kompetitif dan murah dengan hasil yang lebih maksimal merupakan kendala yang harus ditangani oleh PT. Mustika Ratu Tbk agar konsumennya tetap loyal menggunakan produk mereka.

Tantangan yang menunggu para pelaku industri kosmetik di dalam negeri memang tidak hanya berasal dari persaingan antar sesama pemain lokal. Sejak pertengahan tahun lalu, peredaran kosmetik impor asal China terus menunjukkan peningkatan. Pada 2009, penguasaan pasar dalam negeri oleh kosmetik dari China naik 10% menjadi 30% dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan nilai impor mencapai US$25 juta-US$30 juta. Produk asal China bisa dengan mudah menarik hati pembeli karena ditawarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Harga kosmetik impor dari China lebih murah 10%-20% dibandingkan dengan harga produk lokal. Kompetisi yang kian ketat tak lantas membuat pemain lokal terjerembap. Tengok saja kinerja Mustika Ratu, emiten produsen kosmetik, yang pada tahun lalu yang masih mampu menangguk pertumbuhan pendapatan (Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Dipo Akbar Panuntun).

Seperti yang diketahui, mulai banyaknya produk kecantikan murah dari luar negeri yang menyerbu Tanah Air, hal ini dapat dilihat juga dari keikutsertaan mereka dalam pameran Cosmobeaute Indonesia 2006 yang berlangsung di Jakarta beberapa waktu lalu dan adanya perusahaan yang menerapkan Multi Level Marketing (MLM) pada produk kecantikan yang sedikitnya 80% dari 100 peserta pameran tersebut berasal dari luar negeri yang menawarkan berbagai macam produk dan peralatan kecantikan.

Penurunan daya beli konsumen di karenakan adanya persaingan dari produk luar yang promosinya lebih agresif seperti memberikan katalog produk mereka sehingga konsumen dapat mengetahui produk yang ditawarkan. Hal itulah yang mempengaruhi penjualan di industri kosmetik dan perlu diperhitungkan oleh PT. Mustika Ratu dalam mempertahankan produknya agar tetap exist di pasaran.

ANALISIS :

PT. Mustika Ratu Indonesia merupakan perusahaan yang sangat mementingkan kenyamanan setiap konsumennya dalam mengenakan produk mereka, ini bisa dilihat dari visi dan misi perusahaan. Dan dari berbagai bentuk variasi produk yang diciptakan yang disesuaikan harga dan bahannya dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang ingin selalu tampil cantik dan sehat khususnya bagi para wanita. Bentuk dari komunikasi antara konsumen dan produsen PT. Mustika Ratu Indonesia juga terjalin sangat baik, ini bisa dilihat dari bentuk-bentuk sosialisai produk dengan masyarakat, dan dengan menggelar berbagai acara untuk lebih mendekatkan perusahaan dengan masyarakat.

Tapi masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh PT. Mustika Ratu Indonesia yaitu dari segi pengenalan produknya kepada konsumen dalam bentuk promosi harus lebih ditingkatkan lagi, ini di maksudkan agar masyarakat bisa lebih mengenal berbagai variasi produk yang di hasilkan oleh PT. Mustika Ratu dan agar daya beli masyarakat dapat meningkat. Selain itu promosi yang tinggi juga bisa meningkatkan persaingan yang agresif agar tidak kalah daya jualnya dengan produk lain.

Senin, 01 Juli 2013

Serikat Buruh/Serikat Pekerja di Indonesia

Sebuah Potret Pasca Reformasi

Indrasari Tjandraningsih

SECARA legal, tonggak reformasi di arena politik perburuhan di Indonesia, dimulai dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 5 tahun 1998, tentang pendaftaran serikat buruh. Ini sekaligus mengakhiri era serikat buruh tunggal yang dikuasai FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).

Dirintis sejak pemerintahan B.J. Habibie yang singkat (1998—1999) melalui ratifikasi terhadap konvensi ILO no. 87 mengenai kebebasan berserikat, dua tahun kemudian, di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid (2000—2001), era serikat buruh tunggal yang dikontrol negara diakhiri pada tahun 2000 dengan diundangkannya kebebasan berserikat melalui Undang-undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh no. 21 tahun 2000 pada tanggal 4 Agustus 2000. Undang-undang ini mengatur pembentukan, keanggotaan, pemberitahuan dan pendaftaran, hak dan kewajiban, keuangan dan kekayaan, pembubaran dan hal-hal lain yang menyangkut serikat buruh.

Sejak saat itu, diawali dengan pecahnya FSPSI menjadi FSPSI dan FSPSI Reformasi, mulai bermunculan serikat buruh/serikat pekerja (SB/SP) baru. Sejak tahun 2000, pertumbuhan SB/SP baru tersebut bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan. Ribuan serikat buruh di berbagai tingkat bermunculan dan mendaftarkan dirinya ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Data resmi terakhir menyebutkan, per Juni tahun 2007, tercatat ada 3 konfederasi (KSPSI/Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, KSBSI/Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, KSPI/Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), 86 federasi, dan belasan ribu SB/SP tingkat pabrik. Dari ketiga konfederasi tersebut, KSPSI merupakan konfederasi serikat terbesar yang menyatakan memiliki 16 federasi dan lebih dari empat juta orang anggota. Posisi kedua ditempati KSPI dengan 11 federasi dan anggota lebih dari dua juta orang, serta KSBSI dengan anggota mencapai hampir dua juta orang di posisi ketiga. Sementara itu, data tahun 2002 yang dikeluarkan FES menunjukkan, jumlah populasi serikat buruh tersebut berada dalam situasi di mana jumlah anggota serikat mencapai lebih dari delapan juta orang dan tingkat unionisasi sebesar sembilan persen dari total angkatan kerja atau 25 persen dari total angkatan kerja di sektor formal. Data verifikasi terakhir yang dilakukan Depnakertrans untuk tahun 2006 menunjukkan, KSPSI tetap merupakan konfederasi terbesar dengan 16 federasi serikat pekerja, meskipun, seperti juga kedua konfederasi yang lain, mengalami penurunan jumlah anggota yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.

Serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia secara umum memiliki tiga ciri pokok. Ciri pertama, adalah pada sifatnya yang rentan terhadap perpecahan; kedua, adalah perbedaan orientasi serikat; dan ketiga, sifatnya yang eksklusif. Ciri-ciri tersebut dijelaskan lebih jauh di bawah ini.

Kategorisasi Serikat

Asal-muasal serikat menunjukkan kerentanan dan kurangnya keterampilan berorganisasi di kalangan serikat pekerja/serikat buruh, yang menyebabkan pecahnya serikat dan pemisahan diri sekelompok orang untuk membentuk organisasi serikat pekerja/serikat buruh baru. Munculnya serikat-serikat baru dengan nama yang sama dengan dibubuhi kata ‘reformasi’ atau ‘baru’ di belakangnya, antara lain membuktikan kerentanan tersebut.

Mengacu pada sejarah SB/SP masa Orde Baru, serikat-serikat buruh yang ada saat ini dapat digolongkan setidaknya menjadi tiga kelompok besar yakni, kelompok SPSI, kelompok eks-SPSI, dan kelompok non-SPSI. Kelompok eks-SPSI adalah serikat sektoral yang memisahkan diri dari SPSI, sementara kelompok non-SPSI adalah serikat yang samasekali tidak memiliki keterkaitan dengan atau independen dari SPSI. Kelompok non-SPSI ini juga dapat dikelompokkan setidaknya dalam dua kategori yakni, kelompok serikat di masa Orde Lama yang muncul kembali dan SB/SP yang sama sekali baru. Serikat buruh baru kategori terakhir ini selain muncul dengan basis buruh sektor industri manufaktur, juga muncul di sektor jasa antara lain keuangan, pariwisata, dan jurnalistik. Dasar kategorisasi tersebut tergambarkan dengan jelas dalam pohon silsilah asal mula serikat buruh. Sebagian besar SB/SP yang berdiri, secara institusional maupun individual, memiliki keterkaitan dengan SPSI. Ini menjelaskan mengapa di serikat-serikat pekerja pecahan SPSI, hampir tidak ada pendekatan pengorganisasian dan strategi baru yang berbeda dari SPSI.

Pohon silsilah juga menunjukkan, perpecahan serikat tidak hanya melanda SPSI, tetapi juga serikat-serikat eks-SPSI dan non-SPSI. Perbedaan-perbedaan yang sifatnya pragmatis--dalam arti lebih disebabkan oleh hal-hal praktis daripada hal-hal prinsip—lebih mewarnai sebab perpecahan serikat (lihat juga Hadiz 2005). Pada umumnya perpecahan diikuti oleh perebutan atau pembagian anggota. Ada kalanya anggota bahkan tidak tahu bahwa di tingkat nasional serikatnya sudah pecah. Keputusan anggota untuk bergabung di salah satu serikat yang pecah lebih didasari oleh kedekatan personal dengan para pengurus dibanding hal-hal yang bersifat prinsip organisasi.

Pengelompokan serikat tersebut tidak mencerminkan pengelompokan orientasi dan ideologi serikat, sebagai ciri kedua. Secara umum SB/SP di Indonesia, menganut prinsip unitaris dan tripartisme serta, dapat dikategorikan sebagai economic unionism atau business unionism yang membatasi perjuangan kepentingannya pada kesejahteraan anggota dalam kerangka hubungan kerja. Hal itu merupakan buah dari kebijakan rezim Orde Baru yang secara sistematis menghapus orientasi politik serikat/gerakan buruh dan menanamkan orientasi ekonomi melalui sistem Hubungan Industrial Pancasila (HIP), yang diakui merupakan sebuah konsep yang ideal dan menjadi koridor gerak serikat pekerja/serikat buruh.

Eksklusivisme adalah ciri ketiga SB/SP. Ada dua jenis eksklusivisme di sini: antara SB/SP dengan kelompok masyarakat lain dan di antara serikat sendiri. Arena dan agenda perjuangan serikat sangat terbatas pada isu-isu hubungan kerja di dalam pabrik, sementara dinamika sosial-ekonomi-politik di luar dinding pabrik luput dari perhatian (lihat AKATIGA-TURC-LABSOSIO, 2006). Tuntutan-tuntutan dalam aksi buruh juga tidak menarik bagi kelompok-kelompok masyarakat lain untuk mendukung dan memperluas dukungan terhadap perjuangan buruh. Hubungan dan aliansi SB/SP dengan kelompok masyarakat lainnya seperti kelompok tani, nelayan, dan lain-lain sangat terbatas. Kalaupun terjadi aliansi dengan kelompok-kelompok miskin lainnya, aliansi tersebut sifatnya di permukaan saja dan bukan merupakan strategi yang permanen dan melekat dalam keseluruhan strategi perjuangan mereka. Eksklusivisme juga melanda hubungan di antara sesama serikat, yang disebabkan oleh perebutan pengaruh dan pengakuan terhadap eksistensi mereka. Situasi itu selain menjadi bibit perpecahan, juga menyebabkan soliditas gerakan serikat pekerja/serikat buruh menjadi rentan.

Pergeseran politik keserikatburuhan yang cukup penting tersebut, terjadi dalam kerangka sistem hubungan industrial di Indonesia yang tidak berubah yakni, Hubungan Industrial Pancasila. HIP berfilosofikan hubungan perburuhan atau hubungan buruh-majikan atau hubungan industrial yang serba harmonis, di mana posisi buruh dan majikan adalah setara dan keduanya memiliki kepentingan yang sama serta di mana negara berperan untuk mengayomi keduanya (lihat juga Hadiz 1997; Manning 1998; Ford 2001). Meskipun istilah ini makin jarang terdengar tetapi, secara prinsip konsep ini masih mendominasi para aktor hubungan industrial. Meskipun demikian, dalam praktik untuk mengakomodasi tuntutan modal global dalam kerangka persaingan antar negara dalam merebut investasi, pendulum keberpihakan negara lebih sering bergerak ke arah majikan. Berbagai kebijakan yang melonggarkan ruang gerak pengusaha diciptakan, yang membawa implikasi langsung pada meningkatnya tantangan bagi pengorganisasian buruh.

Dimulainya era kebebasan berserikat, sangat bertolak belakang dengan situasi ketenagakerjaan di Indonesia. Krisis ekonomi telah meledakkan angka pengangguran, karena bergugurannya unit-unit usaha yang mengandalkan mata uang dollar AS dalam transaksi input-output produksinya. Pabrik-pabrik tutup meninggalkan barisan penganggur baru yang adalah anggota serikat buruh. Penting dicatat, sebelum krisis maupun setelahnya, serikat buruh di Indonesia didominasi oleh buruh kerah biru atau buruh pabrik. Ketika krisis melanda, barulah bermunculan serikat-serikat buruh di kalangan buruh kerah putih terutama, buruh sektor perbankan dan keuangan serta pariwisata. Para penganggur tersebut praktis menanggalkan keanggotaannya dari organisasi serikat buruh. Ini berarti populasi anggota serikat buruh berkurang. Pada saat yang sama, dengan persyaratan minimum anggota yang sangat mudah dipenuhi (10 orang sudah dapat mendirikan serikat buruh), muncul serikat-serikat buruh baru.

Makna Kebebasan Berserikat

Implikasi yang muncul dari kondisi obyektif ketenagakerjaan tersebut adalah terjadinya konflik di antara serikat, karena memperebutkan anggota. Konflik ini rupanya sudah diantisipasi oleh negara, baik di dalam UU SP/SB no. 21 tahun 2000 maupun dalam UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan no.04 tahun 2004, yang membuat kategorisasi konflik dengan menyebut konflik antar serikat sebagai salah satu kategorinya.

Sebagaimana disinggung oleh Herawati, banyaknya jumlah serikat buruh tidak berarti bertambahnya jumlah buruh yang diorganisasi dan menjadi anggota serikat buruh. Hal itu disebabkan oleh dua hal. Pertama, pada paruh pertama sewindu kebebasan berserikat, serikat-serikat buruh yang muncul masih terfokus pada sektor industri manufaktur dan memiliki kecenderungan ‘memancing di kolam yang sama,’ dengan merekrut anggota yang sudah menjadi anggota serikat buruh lain (lihat juga Tjandraningsih 2002). Mereka tidak mengorganisasikan buruh yang belum mengenal serikat buruh atau yang belum menjadi anggota serikat buruh. Dalam paruh kedua perkembangan, pengorganisasian buruh meluas ke sektor-sektor jasa perdagangan, keuangan, transportasi, pos, perkebunan, dan lain-lain yang membawa implikasi, penyebaran kesadaran berorganisasi kepada kaum pekerja dan buruh yang sebelumnya tidak terorganisasi. Penyebab kedua, tidak bertambahnya jumlah anggota serikat buruh adalah makin berkurangnya minat buruh untuk berserikat karena bekerjanya rezim fleksibilitas.

Situasi yang kontradiktif tersebut menimbulkan pertanyaan, apa makna kebebasan berserikat ketika, kondisi objektif ketenagakerjaan di Indonesia sangat tidak mendukung lahirnya serikat buruh yang kuat? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana para elite serikat buruh baru membaca kondisi objektif tersebut dan apa motif utama melahirkan serikat-serikat buruh baru? Pertanyaan pertama mudah dijelaskan dalam kerangka arus besar proses demokratisasi dan tata pergaulan internasional. Reformasi yang terjadi di Indonesia, merupakan lambang ditinggalkannya sistem pemerintahan yang otoriter dan dimulainya pemerintahan yang demokratis. Berbagai instrumen demokrasi diselenggarakan termasuk, kebebasan mendirikan dan menjalankan kegiatan SB/SP (Tornquist 2007).

Konteks menuju negara demokratis menjadi salah satu elemen tata pergaulan internasional. Di dalam tata pergaulan tersebut, Indonesia, sebagai negara berkembang, sangat membutuhkan pengakuan internasional dan modal internasional. Ratifikasi konvensi dan diundangkannya kebebasan berserikat, pada dasarnya merupakan sebuah kebijakan pencitraan internasional bahwa Indonesia sedang berubah. Untuk itu, harus ada simbol perubahan yang diterima masyarakat internasional, dalam hal ini, UU kebebasan berserikat merupakan salah satu simbol tersebut.

Jawaban terhadap pertanyaan kedua adalah sebuah konsensus dan konsekuensi logis dari dibukanya sumbat kebutuhan berorganisasi: manifestasi keinginan berorganisasi dan sebuah euphoria, sebuah perayaan dari keinginan yang terpendam. Hasilnya, hampir sepuluh tahun masa kebebasan berorganisasi, serikat-serikat pekerja/buruh tumbuh dan layu atau tumbuh dan berkembang. Mereka yang layu sebelum berkembang adalah mereka yang sekedar ikut perayaan dan mencoba menggunakan kesempatan yang ada .

Tantangan Serikat

Bagaimanapun, sejarah mencatat, dalam dunia keserikatburuhan di Indonesia, pernah muncul berbagai serikat buruh dengan keragaman cirinya. Ini bisa dilihat dalam catatan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi hingga tahun 2004. Pada kenyataannya, ada lebih banyak SB/SP di Indonesia, dengan berbagai alasan tidak mendaftarkan diri di Depnakertrans. Serikat-serikat yang tercatat ini terkonsentrasi pada beberapa sektor padat karya seperti, tekstil, garmen dan kulit, kimia-energi-pertambangan, jasa keuangan dan pariwisata, kayu dan kehutanan, perkebunan, logam dan mesin, serta makanan-minuman-tembakau. Meskipun demikian, kebanyakan serikat mengklaim mempunyai basis di hampir semua sektor.

Dalam kaitannya dengan organisasi internasional, sebagian serikat buruh di Indonesia, berafiliasi dengan serikat buruh internasional meskipun, afiliasi tersebut secara umum belum menjadi strategi serikat buruh di Indonesia. KSPSI, misalnya, sebagai konfederasi terbesar karena sejarahnya sebagai serikat buruh kuning, hingga kini tidak berafiliasi dengan serikat buruh internasional meskipun, telah mendeklarasikan diri sebagai serikat independen pascareformasi. Ini berbeda dengan KSPI yang berafiliasi dengan ICFTU (International Confederation of Free Trade Unions) dan SBSI berafiliasi dengan World Congress of Labour. Kedua serikat internasional tersebut kini bersatu menggalang kekuatan dan mengubah namanya menjadi International Confederation of Trade Union.

Di samping kedua serikat internasional tersebut, serikat buruh di Indonesia juga berafiliasi dengan serikat internasional lainnya seperti, Global Union Federation (GUF). Dari seluruh populasi federasi serikat buruh, terdapat 19 serikat yang berafiliasi dengan anggota GUF: Union Network International: 1 serikat (ASPEK); Public Service International: 2 serikat ; International Union for Food: 2 serikat (SBNI dan FSPM); International Transport Federation: 6 serikat (SP KA, KPI, STA SBSI, SP TPK, IAK Garuda Indonesia, Trade union of JICT); International Textile Garment Leather Wear Federation: 1 serikat (SPN); International Metal Federation: 1 serikat (SPMI); International Federation for Journalist: 1 serikat (AJI); International Federation of Building and Wood Workers: 3 serikat (FSP Kahutindo, F-KUI, SP BPU); Education International: 2 serikat (PGRI, FESDIKARI SBSI).

Di lingkungan ketiga konfederasi, informasi mengenai afiliasi internasional dan kebijakan serta program yang muncul dari afiliasi tersebut, cenderung terpusat di konfederasi dan federasi. Sementara, di federasi-federasi yang baru informasi mengenai afiliasi tersebut diketahui para anggotanya hingga tingkat unit kerja. Hal itu merupakan konsekuensi dari struktur organisasi federasi non-SPSI, yang lebih sederhana dan langsung menjangkau serikat di unit kerja, dibandingkan dengan struktur organisasi SPSI yang bertingkat banyak (lihat tulisan Herawati). Faktor lain, adalah kebijakan federasi internasional, yang ingin langsung menurunkan programnya di tingkat basis sebagai kekuatan pokok serikat. Kesenjangan hubungan di dalam struktur organisasi serikat telah menjadi perhatian beberapa serikat dan donor internasional, setelah mengetahui lemahnya kualitas dan kapasitas basis meskipun, berbagai program pendidikan keserikatburuhan sudah dilaksanakan. Kesenjangan tesebut menyebabkan terjadinya pergeseran orientasi kerjasama dengan serikat yaitu, orientasi kerjasama yang lebih kepada serikat di tingkat unit kerja daripada dengan serikat pusat. Program langsung dengan basis diyakini akan lebih efektif dalam upaya penguatan serikat pekerja/buruh.

Situasi krisis hingga kini menyajikan berbagai tantangan baru yang lebih rumit bagi serikat buruh. Tantangan eksternal yang dominan mencakup tingkat pengangguran yang tinggi (11 persen) dan bekerjanya rezim dan praktik fleksibilitas pasar tenaga kerja dan fleksibilitas produksi (Tjandraningsih & Nugroho 2007, akan terbit). Rezim ini dengan sangat efektif menggerogoti kekuatan basis anggota serikat buruh, melalui pergeseran status hubungan kerja tetap menjadi tidak tetap. Padahal, serikat buruh tidak mengenal keanggotaan buruh tidak tetap. Selain itu, wujud fleksibilitas hubungan kerja yang muncul dalam bentuk kerja kontrak atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), mengikatkan hubungan kerja jangka pendek dan tanpa kepastian kerja. Situasi ini menciptakan kondisi dilematis bagi buruh, antara memilih berserikat atau tetap bekerja. Rezim fleksibilitas telah menciptakan kondisi dimana bekerja dan berserikat tak bisa lagi dipersatukan. Kondisi ini secara langsung menghapus keberadaan serikat buruh.

Tantangan eksternal lain datang dari strategi kapitalisme global, yang memunculkan persaingan ketat antarnegara dalam memperebutkan investasi dan dari kebijakan nasional menyangkut desentralisasi atau otonomi daerah. Tantangan-tantangan tersebut membawa implikasi, rendahnya posisi tawar serikat terhadap negara dan modal serta, masih kecilnya pengaruh serta keterlibatan serikat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut masalah ketenagakerjaan dan pasar kerja.

Pada saat yang sama serikat buruh juga menghadapi tantangan internal klasik, yang mencakup masalah-masalah organisasi dan sumber daya manusia. Karakteristik tenaga kerja yang telah berubah, juga memerlukan pemikiran dan rumusan baru untuk bisa diorganisasi. Kelemahan organisasional dan sumber daya manusia, merupakan kondisi objektif yang masih terus harus dihadapi SB/SP. Hal ini sangat terkait dengan sejarah SB/SP semasa Orde Baru dan karakteristik objektif angkatan kerja di Indonesia. Angkatan kerja di Indonesia didominasi oleh tenaga-tenaga berpendidikan rendah—lebih dari 50 persen berpendidikan tidak lulus SD —yang menunjukkan rendahnya posisi tawar mereka sebagai tenaga kerja. Selain menyangkut tingkat pendidikan, karakteristik angkatan kerja yang masuk ke pasar tenaga kerja adalah makin terpisahnya mereka dengan sejarah dan kesadaran berorganisasi sebagai pekerja/buruh karena bekerjanya secara simultan berbagai faktor, yang terutama didominasi oleh persaingan yang sangat ketat dalam memperebutkan kesempatan kerja sehingga menggerus semangat kolektif dan menghilangkan relevansi berorganisasi.

Tidak ada SB/SP yang bisa mengelak dari tantangan tersebut. Pada saat yang sama, kreativitas, inovasi pengorganisasian, dan tindakan kolektif adalah kebutuhan yang tak bisa lagi ditunda. Hanya melalui aksi kolektif yang terorganisasi secara rapi dan sistematislah, agenda SB/SP untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan pekerja/buruh akan lebih mudah dilakukan dan dicapai.

sumber

http://indoprogress.blogspot.com/2007/08/serikat-buruhserikat-pekerja-di.html

KASUS PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA /BURUH

TEORI : Isu menyangkut masalah perburuhan di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Berbagai kasus yang menyangkut perburuhan hampir setiap saat menghiasi media nasional kita. Fenomena terakhir adalah mengenai demo buruh yang berlangsung di beberapa daerah seperti Bekasi, Serang, dan Cikampek. Berbagai aksi yang dilakukan oleh kaum buruh tersebut bahkan membuat banyak warga lain mengalami kerugian karena aksi-aksi tersebut dilakukan di ruang publik sehingga mengganggu akses masyarakat pada fasilitas publik dan menggangu ketenangan masyarakat dari aksi tersebut. Dengan berbagai efek yang ditimbulkan dari aksi buruh itu, Masalah aksi buruh ini dapat disebabkan oleh banyak faktor yaitu mengenai pemutusan hubungan kerja dan upaya alternatif untuk mencegah dan menanggulanginya. CONTOH KASUS PERSELISIHAN BURUH DENGAN PEKERJA

Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, datang sekitar pukul 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakarta Utara, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang THR. Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR).

Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya. Dalam demo tersebut para buruh menuntut perusahaan untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para demonstras mengatakan “ jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu mereka perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya”. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan.

Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakarta Utara. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakarta Utara, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut. Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi. Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa, pentingnya komunikasi yang baik antara pekerja dengan pengusaha. Sebagai seorang pengusaha mereka harus memenuhi kewajiban para pekerjanya agar tidak terjadi perselisihan. Karena para pekerja sudah berusaha menjalankan kewajibannya untuk bekerja memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut. Maka perusahaan juga berkewajiban memberikan upah dan tunjangan kepada pekerja dan berlaku adil dan bijaksana untuk tidak mempermainkan rakyat kecil.

ANALISIS :

Buruh adalah tulang punggung sektor swasta, yang banyak memberikan sumbangsih terbesar dalam pergerakan roda ekonomi Indonesia. Tetapi Buruh, masih dianggap sepele atau masih dianggap masih seperti budak-budak dizaman kolonial Belanda. Cukup dibayar maka pekerjaan selesai. Adu nasib diantara hari karena nasib buruh ini akan diperjuangkan bertepatan dengan hari lahirnya. Tonggak meningkatkan taraf hidup dengan sistem pengupahan minimum regional masih banyak yang belum diterapkan, termasuk disektor jasa atau pelayanan.Mereka digaji hanya berdasarkan suka-suka kantong tuannya.

Penyelesaian konflik antar buruh dengan majikan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; b. bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah; c. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, dan c perlu ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; Terhadap hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan industrial ini dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan: 1. Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak antarapengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase; 2. Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama; 3. Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undang-undang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan kedalam perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan industrial; 4. Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh menteri; 5. Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat bukti-bukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.

SUDUT PANDANG PEMERINTAH DALAM MENGATASI MASALAH TENAGA KERJA DI INDONESIA :

1. Meningkatkan mutu tenaga kerja

Pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu tenaga kerja dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan dan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya pelatihan kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja luar negeri.

2. Memperluas kesempatan kerja

Pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan kerja dengan cara berikut ini, mendirikan industri atau pabrik yang bersifat padat karya, mendorong usaha-usaha kecil menengah, mengintensifkan pekerjaan di daerah pedesaan, meningkatkan investasi (penanaman modal) asing.

3. Memperluas pemerataan lapangan kerja

Pemerintah mengoptimalkan informasi pemberitahuan lowongan kerja kepada para pencari kerja melalui pasar kerja. Dengan cara ini diharapkan pencari kerja mudah mendapatkan informasi lowongan pekerjaan.

4. Memperbaiki sistem pengupahan

Pemerintah harus memerhatikan penghasilan yang layak bagi pekerja. Untuk itu pemerintah menetapkan upah minimum regional (UMR). Dengan penetapan upah minimum berarti pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan.

SUDUT PANDANG PERUSAHAAN DALAM KESEJAHTERAAN PEKERJA :

Disatu sisi pun Perusahaan swasta juga harus pro aktif dalam kesejahteraan buruh dengan menjadikan pekerja sebagai nilai asset yang tak ternilai tetapi terjamin. Karena dengan menjadikan karyawan sebagai nilai investasi maka harmonisasi suasana kerja, suasana perusahaan akan terjamin dengan tidak keluar masuknya pekerja diperusahaan tersebut. Penerapan system outsourching punharus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tidak serta merta melimpahkan status karyawan maka sistem pengupahan pun telat dilaksanakan, lembur tak terbayarkan serta kesehatan pun tak tergantikan. Biar bagaimanapun pekerja adalah asset perusahaan yang sangat berharga dan tak ternilai harganya. Oleh karenanya para pengusaha harus berlaku adil dan bijaksana tidak semena-mena memperlakukan para buruh yang telah bekerja untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, dan tepat waktu dalam memberikan upah yang sesuai dan tunjangan serta memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik kepada buruh tempat dimana mereka bekerja.

SUDUT PANDANG BURUH :

Buruh juga harus mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan konflik yang dilakukan oleh perusahaan yang telah menganggap mereka semena-mena. Dalam melakukan demo buruh harusnya memperhatikan hal-hal yang tidak merugikan orang lain. Karena masyarakat publik merasa dirugikan dan terganggu aktifitasnya akibat adanya demo yang dilakukan para buruh. Buruh juga jangan melakukan demo secara anarkis yang dapat merugikan orang lain bahkan merugikan diri mereka msing-masing.

Sumber :

http://generasikertasmaya.blogspot.com http://ekonomi.kompasiana.com http://tanyahukum.com http://kata2bijakpolitik.blogspot.com/2013/03/kasus-perselisihan-antara-pekerjaburuh.html

Jumat, 21 Juni 2013

PEMBERIAN UPAH DAN KESEJAHTERAAN BURUH

Pengertian Upah. - Upah merupakan salah satu rangsangan penting bagi para karyawan dalam suatu perusahaan. Hal ini tidaklah berarti bahwa tingkat upahlah yang merupakan pendorong utama, tingkat upah hanya merupakan dorongan utama hingga pada tarif dimana upah itu belum mencukupi kebutuhan hidup para karyawan sepantasnya. Upah sebenarnya merupakan salah satu syarat perjanjian kerja yang diatur oleh pengusaha dan buruh atau karyawan serta pemerintah.

“Upah adalah jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh karyawan meliputi masa atau syarat-syarat tertentu.”

Dewan Penelitian Pengupahan Nasional memberikan definisi pengupahan sebagai berikut :

“Upah ialah suatu penerimaan kerja untuk berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan menurut suatu persetujuan Undang-undang dan Peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja.”

Dari pengertian diatas mengenai upah ini dapat diartikan bahwa upah merupakan penghargaan dari tenaga karyawan atau karyawan yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi yang berwujud uang, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, tanpa suatu jaminan yang pasti dalam tiap-tiap menggu atau bulan.

Gaji sebenarnya juga upah, tetapi sudah pasti banyaknya dan waktunya. Artinya banyaknya upah yang diterima itu sudah pasti jumlahnya pada setiap waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal waktu yang lazim digunakan di Indonesia adalah bulan. Gaji merupakan upah kerja yang dibayar dalam waktu yang ditetapkan. Sebenarnya bukan saja waktu yang ditetapkan, tetapi secara relatif banyaknya upah itu pun sudah pasti jumlahnya. Di Indonesia, gaji biasanya untuk pegawai negeri dan perusahaan-perusahaan besar. Jelasnya di sini bahwa perbedaan pokok antara gaji dan upah yaitu dalam jaminan ketepatan waktu dan kepastian banyaknya upah. Namun keduanya merupakan balas jasa yang diterima oleh para karyawan atau karyawan.

Sistem Upah.

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mendistribusikan upah, dirumuskan empat sistem yang secara umum dapat diklarifikasikan sebagai berikut :

Sistem upah menurut banyaknya produksi.

Sistem upah menurut lamanya bekerja

Sistem upah menurut lamanya dinas.

Sistem upah menurut kebutuhan.

Berikut ini akan dijelaskan keempat macam sistem pengupahan tersebut :

1. Sistem upah menurut banyaknya produksi.

Upah menurut banyaknya produksi diberikan dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih giat dan berproduksi lebih banyak. Produksi yang dihasilakan dapat dihargai dengan perhitungan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari dengan menggunakan standar normal yang membandingkan kebutuhan pokok dengan hasil produksi. Secara teoritis sistem upah menurut produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang berbakat dan sebaliknya orang-orang tua akan merasa tidak kerasan.

2. Sistem upah menurut lamanya dinas.

Sistem upah semacam ini akan mendorong untuk lebih setia dan loyal terhadap perusahaan dan lembaga kerja. sistem ini sangat menguntungkan bagi yang lanjut usia dan juga orang-orang muda yang didorong untuk tetap bekerja pada suatu perusahaan. Hal ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih mendapat perhatian. Jadi upah ini kan memberikan perasaan aman kepada karyawan, disamping itu sistem upah ini kurang bisa memotivasi karyawan.

3. Sistem upah menurut lamanya kerja.

Upah menurut lamanya bekerja disebut pula upah menurut waktu, misalnya bulanan. Sistem ini berdasarkan anggapan bahwa produktivitas kerja itu sama untuk waktu yang kerja yang sama, alasan-alasan yang lain adalah sistem ini menimbulkan ketentraman karena upah sudah dapat dihitung, terlepas dari kelambatan bahan untuk bekerja, kerusakan alat, sakit dan sebagainya.

4. Sistem upah menurut kebutuhan.

Upah yang diberikan menurut besarnya kebutuhan karyawan beserta keluarganya disebut upah menurut kebutuhan. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi, maka upah itu akan mempersamakan standar hidup semua orang.

Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah kurang mendorong inisiatif kerja, sehingga sama halnya dengan sistem upah menurut lamanya kerja dan lamanya dinas. Kebaikan akan memberikan rasa aman karena nasib karyawan ditanggung oleh perusahaan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Upah.

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi besarnya upah yang diterima oleh para karyawan, yaitu :

Penawaran dan permintaan karyawan.

Organisasi buruh.

Kemampuan untuk membayar.

Produktivitas.

Biaya hidup.

Peraturan pemerintah.

Keadilan dan Kelayakan Dalam Pengupahan.

Didalam memberikan upah/gaji perlu juga memperhatikan prinsip keadilan. Keadilan bukan berarti bahwa segala sesuatu mesti dibagi sama rata. Keadilan harus dihubungkan antara pengorbanan dengan penghasilan. Semakin tinggi pengorbanan semakin tinggi penghasilan yang diharapkan. Karena itu pertama yang harus dinilai adalah pengorbanan yang diperlukan oleh suatu jabatan, pengorbanan dari suatu jabatan dipertunjukan dari persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Semakin tinggi persyaratan yang diperlukan, semakin tinggi pula penghasilan yang diharapkan. Penghasilan ini ditunjukan dari upah yang diterima.

Rasa keadilan ini sangat diperhatikan oleh para karyawan, mereka tidak hanya memperhatikan besarnya uang yang dibawa pulang, tetapi juga membandingkan dengan rekan yang lain. Disamping masalah keadilan, maka dalam pengupahan perlu diperhatikan unsur kelayakan. Kelayakan ini bisa dibandingkan dengan pengupahan pada perusahaan-perusahaan lain. Atau bisa juga dengan menggunakan peraturan pemerintah tentang upah minimum atau juga dengan menggunakan kebutuhan pokok minimum.

Dalam hubungannya dengan ketidak layakan dengan pengupahan apabila dibandingkan dengan perusahaan lain, ada dua macam ketidak layakan tersebut, yaitu :

Mengundang skala-skala upah yang lebih rendah dibandingkan dengan skala upah yang dibayarkan untuk skala pekerjaan yang sama dalam perusahaan lain.

Skala-skala upah dimana suatu pekerjaan tertentu menerima pembayaran yang kurang dari skala yang layak dibandingkan dengan skala-skala untuk jenis pekerjaan yang lain dalam perusahaan yang sama.

Pengertian Upah Menurut Para Ahli

Landasan Kebijaksanaan Pengupahan.

Dalam kebijaksanaan pengupahan tujuan utama yaitu kebijaksanaan yang mendasarkan upah dari sumbangan tenaga dan pikiran karyawan. Struktur upah/gaji menunjukan sistem yang formal mengenai skala-skala untuk tujuan tersebut. Sistem ini membedakan dalam pembayaran-pembayaran yang dianggap menunjukan perbedaan yang sama dalam bentuk-bentuk pekerjaan. Tambahan-tambahan produktivitas atau penyesuaian faktor-faktor perbaikan yang menghubungkan upah/gaji dengan dibuat menurut rata-rata kemajuan perusahaan. Kebijaksanaan pengupahan umumnya dibuat untuk :

Adanya pembayaran upah/gaji yang cukup untuk menjamin hidup berkeluarga dalam keadaan normal.

Mengadakan deferensiasi penghargaan pengupahan/penggajian dalam perbedaan skill, tanggungjawab, usaha dan kondisi kerja.

Mengadakan suatu pembinaan pengupahan/penggajian sesuai dengan peningkatan karya atau efisiensi kerja yang diberikan untuk mempertinggi daya hidup karyawan.

Mengadakan suatu pembinaan pengupahan/penggajian menurut stabilitas keuangan perusahaan.

SUMBER : Heidjachman Ranupandojo, Drs dan Suad Husnan, Drs, MBA, Op-Cit, Halaman 129. Manullang, Drs, Manajemen Personalia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1974, Halaman 163. Moekijat, Drs, Op-Cit, Halaman 130. Komaruddin, Drs, Op-Cit, Halaman 136.

PERUNDANG-UNDNAGAN KETENAGAKERJAAN (BAB 7)

Proses penegakan hukum bidang ketenagakerjaan selama ini dilakukan melalui upaya atau pendekatan persuasif-edukatif dengan mengedepankan sosialisasi serta informasi tentang peraturan dan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan. Dalam tahapan awal, pemerintah memberdayakan para pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan pembinaan dan sosialiasi kepada perusahaan-perusahaan dan pekerja/buruh agar bisa menjalankan aturan-aturan ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan bersifat independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang mempunyai lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan baik di lingkungan pemerintah pusat, maupun di lingkungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.

Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib:

1. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;

2. tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Pengawas ketenagakerjaan selain bertugas melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan juga diberikan kewenangan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang:

1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

2. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

4. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang ketenaga kerjaan;

5. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

7. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan

Dalam perundangan-undangan ketenagakerjaanpun terdapat pokok-pokok mengenai wajib lapor ketenagakerjaan. Dimana setiap karyawan dalam suatu perusahaan diwajibkan melaporkan kejelasan mengenai pekerjaannya seperti yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.

- JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Menurut Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jendral International Security Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Trainning ISSA, seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut :

“Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja, terutama yang berada dilingkungan perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak (Tenaga kerja dan pengusaha). Dalam kamus populer “Pekerjaan sosial” istilah jaminan sosial tersebut disebut sebagai berikut :

“Jaminan Sosial adalah suatu program perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi sosial kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan dan penghidupannya, seperti penderita penyakit kronis, kecelakaan kerja dan sebagainya”.

Sedangkan pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo SH : Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya.

Pengertian jaminan sosial tenaga kerja dinyatakan dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1992, yaitu : Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Keberadaan jaminan sosial tenaga kerja sebagai upaya perlindungan hidup tenaga kerja disuatu perusahaan besar manfaatnya, oleh karena itu sebagai langkah untuk menjamin hidup tenaga kerja, perusahaan sangat perlu memasukkan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelolah oleh PT. JAMSOSTEK. Karena perusahaan yang memasukkan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek adalah perusahaan yang terletak bijaksana pemikiranya dan telah bertindak :

1. Melindungi para buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi kecelakaan kerja yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya mutakhir, maupun karena penempatan tenaga kerja pada proyek-proyek diluar daerah dalam rangka menunjang pembangunan.

2. Mendidik para buruhnya supaya berhemat/menabung yang dapat dinikmatinya apabila sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian yang harus dihadapi buruh beserta keluarganya.

3. Melindungi perusahaan dari kerusakan kemungkinan berjumlah sangat besar, karena terjadinya musibah yang menimpa beberapa karyawan, dimana setiap kecelakaan atau musibah sama sekali tidak diharapkan.

Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK ini dikeluarkan berlandasarkan dasar-dasar hukum.

a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya undang-undang pengawasan perburuhan tahun 1948 nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 41).

c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok Mengenai tenaga kerja (lembaran Negara Tahun 1969 nomor 55 : Tambahan lembaran negara nomor 2912).

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja (lembaran negara tahun 1970 nomor 1, tambahan lembaran negara nomor 2918).

e. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (Lembaran Negara tahun 1981 nomor 39, tambahan lembaran negara nomor 3201).

sumber http://hendar7.tripod.com/Jamsostek.htm http://www.hukumtenagakerja.com/pengawasan-dan-penyidikan-dalam-ketenagakerjaan/#more-117 [1] Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet. I, Mutiara, Jakarta, hal. 29 [2] Ridwan Marpaung, Kamus Populer Pekerja Sosial, 1988, hal. 36, [3] Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1981, hal. 136 [4] Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Managemen Tenega Kerja, Bima Aksara Jakarta, 1987, hal. 9

Minggu, 21 April 2013

Gerakan Buruh Kian Mandiri

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsolidasi gerakan ribuan buruh yang sangat terasa dalam setahun terakhir bukanlah tiba-tiba. Praktis sejak tahun 1999, buruh mulai mengiur di antara mereka untuk menunjang aksi mereka menuntut kesejahteraan yang lebih baik. Gerakan buruh kuat dari sisi keuangan.

Jangan pernah berprasangka gerakan buruh yang terkoordinasi baik dan kompak ini merupakan bagian dari politik praktis menjelang Pemilihan Umum 2014. Para elite serikat buruh harus menjaga soliditas gerakan buruh supaya aksi sosial ekonomi ini tidak terjebak politik praktis.

Demikian benang merah pendapat Ketua Majelis Pertimbangan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dan Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos secara terpisah, di Jakarta, Sabtu (1/12/2012).

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat ada 6 konfederasi serikat pekerja/serikat buruh, 91 federasi serikat pekerja/serikat buruh, 437 serikat pekerja/serikat buruh tingkat perusahaan, dan 170 serikat pekerja/serikat buruh badan usaha milik negara. Buruh yang menjadi anggota serikat berjumlah 3.414.455 orang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Agustus 2012, ada 118,04 juta angkatan kerja dengan pengangguran terbuka 7,2 juta orang. Sebanyak 44,16 juta orang (39,8 persen) bekerja di sektor formal dan 66,6 juta orang (60,1 persen) berada di sektor informal yang miskin perlindungan sosial dan kelangsungan pekerjaan.

Said Iqbal memastikan, perjuangan buruh tetap harus konstitusional. Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) berideologi Pancasila dan menghormati UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam berunjuk rasa.

Gerakan buruh bisa kuat secara keuangan dengan kedisiplinan anggota mengiur, menambah jumlah anggota, dan memiliki landasan kerja yang jelas. Iqbal mencontohkan, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) memiliki anggota sedikitnya 60.000 orang saat berdiri 6 Februari 1999 dengan iuran Rp 60 juta per tahun dan kini sudah menjadi 170.000 anggota dengan iuran Rp 10 miliar per tahun.

”MPBI juga harus melakukan hal-hal seperti ini. Sisi keuangan harus kuat juga supaya gerakan kuat,” kata Iqbal.

Kekuatan gerakan buruh harus terus dijaga dengan membangun kepercayaan satu sama lain. Untuk itu, para elite MPBI perlu menyusun mekanisme penyelesaian masalah internal agar soliditas gerakan tetap terjaga.

Wakil Sekretaris FSPMI Jawa Timur Jamaludin menambahkan, buruh dapat mengerahkan massa hingga puluhan ribu orang dalam waktu singkat dan membiayai pergerakan mereka sendiri melalui iuran.

Jamaludin mengatakan, isu upah dan pengangkatan pekerja alih daya (outsourcing) menjadi karyawan tetap merupakan isu dasar yang merepresentasikan aspirasi buruh secara umum. Untuk merealisasikannya, serikat pekerja menilai, unjuk rasa merupakan langkah yang paling efektif.

”Kalau harus melalui pengadilan hubungan industrial, prosesnya lama dan kebanyakan dimenangi pengusaha. Lebih baik kami demo karena lebih didengar dan tuntutan dipenuhi,”ujar Jamaludin, Minggu.

Jamaludin mengakui, puluhan ribu buruh dapat dengan cepat turut serta dalam unjuk rasa seperti pada 19 November lalu. Setidaknya ada 60.000 buruh turun ke jalan menuntut penetapan upah minimum Rp 2,2 juta di Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Sidoarjo.

Menurut dia, aksi buruh pada 19 November itu butuh biaya Rp 500 juta untuk menyewa lebih dari 100 bus, 6 mobil untuk pengeras suara, membeli air mineral dan nasi bungkus, serta membuat spanduk dan poster. ”Aksi terbesar di Jatim selama ini hanya disiapkan dalam waktu delapan hari,” kata Jamal.

Dana untuk unjuk rasa, mogok kerja, dan konsolidasi diperoleh dari iuran anggota. Sebagai gambaran, FSPMI Jatim dengan anggota 15.000 buruh menyumbang iuran 2 persen dari upah setiap bulannya. ”Selain itu, ada iuran lagi untuk aksi yang besarnya Rp 15.000 per orang,” ujar Jamal.

Gimin dari serikat buruh di Sumatera Utara mengakui, dalam dua bulan terakhir, buruh di Sumut setidaknya telah 12 kali berunjuk rasa. Sekali unjuk rasa, mereka mengeluarkan Rp 1,3 juta sampai Rp 1,5 juta untuk sewa mobil bak terbuka dan pengeras suara serta biaya poster.

Menurut Gimin, dana itu mereka kumpulkan dari hasil saweran. Para buruh diimbau menyumbang tanpa mematok besaran uang. ”Kadang bebannya kami bagi per serikat pekerja sehingga ringan,” kata Gimin.

Untuk biaya konsumsi, serikat buruh hampir tak pernah mengeluarkan uang. Hal itu karena setiap buruh diimbau membawa bekal makanan selama berunjuk rasa. Tak jarang, mereka membeli makan di sela-sela unjuk rasa.

Tiga isu utama

Menurut Rekson, gerakan buruh dengan mudah menyatu karena sudah tidak memercayai pemerintah lagi. Buruh memutuskan turun ke jalan untuk menekan pemerintah agar menghapus kebijakan yang eksploitatif, seperti upah minimum rendah dan sistem kerja alih daya yang tak terkendali.

”Tidak ada kebijakan pemerintah yang adil bagi buruh tanpa tekanan dari buruh itu sendiri. Yang terjadi saat ini adalah pencapaian pertama gerakan buruh yang sangat rawan pecah sehingga stamina dan semangat berjuang harus terus dijaga,”tutur Rekson.

Ketiga isu yang menyatukan gerakan sosial ekonomi buruh ini adalah pelarangan jasa perantara pekerja alih daya, penghapusan praktik upah murah, dan penolakan wacana buruh menanggung iuran 2 persen dari total 5 persen upah dalam program jaminan kesehatan mulai 1 Januari 2014. (MHF/ILO/DEN/ETA/RAZ/OSA/HAM)

sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/03/08125540/Gerakan.Buruh.Kian.Mandiri